Selasa 21 Nov 2017 19:55 WIB

Mudzakir: Nazar tak Konsisten, Orang Mati Dianggap Hidup

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Mudzakir menyatakan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin bisa dijerat kesaksian palsu dalam keterangannya di Pengadilan Tipikor.

"Kalau dia (Nazaruddin) ternyata keterangannya tidak konsisten, dan orang mati (Moestokoweni) pun masih dianggapnya hidup, dia bisa dijerat kesaksian palsu," katanya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (21/11).

Dalam keterangannya di persidangan KTP elektronik, Nazaruddin menyebutkan ada pembagian uang di ruang kerja Mustokoweni, anggota Banggar di Komisi II DPR kepada Ganjar Pranowo pada September-Oktober 2010. Padahal Mustokoweni meninggal dunia pada 18 Juni 2010.

Karena itu, ia meminta agar keterangan Nazaruddin tersebut harus dicek lagi soal waktu dan tempatnya. "Tentunya akan berbahaya memberikan keterangan palsu dan membuat orang masuk penjara atau tersangka," tegasnya.

Ia menambahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tidak terlalu mudah dengan kesaksian tanpa alat bukti yang jelas dari Nazaruddin karena dengan posisinya sebagai "justice collaborator" seolah-olah kesaksiannya itu paling benar.

Ia mengingatkan agar justice collaborator menjadi patokan keterangan yang paling benar. "Saya tidak setuju keterangan justice collaborator itu dimasukkan dalam keterangan penyidikan, seharusnya di pengadilan," paparnya. Hal itu, kata dia, keberadaan justice collaborator itu bisa juga memberikan keterangan yang tidak benar.

"Semua kesaksian Nazaruddin harus bisa dibuktikan. Jika tidak benar lebih baik Nazaruddin di-'cut' dan dijerat memberikan keterangan palsu," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement