REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi C DPRD DKI Jakarta merekomendasikan agar tim wali kota untuk percepatan pembangunan (TWUPP) tak digabung dengan tim gubernur (TGUPP). Ketua Komisi C Santosa mengatakan TWUPP sebaiknya dihapus.
"Ya kita setuju TGUPP memang diperlukan. Tapi yang kira-kira mubazir, istilahnya nggak langsung bisa direct kepada gubernur saya pikir nggak perlu," kata Santosa di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (21/11).
Menurut Santosa, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno akan membentuk Tim TGUPP yang terdiri dari 73 orang. Sebanyak 15 merupakan tim TGUPP, 30 orang dari TWUPP, dan 28 orang lain merupakan anggota baru yang berasal dari kalangan non-PNS.
Jumlah ini dianggap terlalu fantastis dan perlu dikurangi. Komisi C menilai TWUPP tidak diperlukan, sebab bupati dan wali kota hanya pelaksana administrasi gubernur. Komisi C mempertimbangkan agar pihak eksekutif mau mengkaji rekomendasi tersebut.
"Jadi tidak diperlukan TGUPP di tingkat kabupaten atau kota. Yang diperlukan adalah TGUPP yang langsung ada di bawah tangan gubernur," ujar dia.
Ia menambahkan, penambahan 28 personel baru dinilai cukup. Mereka akan terbagi dalam empat bidang yang masing-masing terdiri dari tujuh orang. Keempat bidang tersebut adalah bidang pesisir pantai utara, bidang ekonomi dan pembangunan, bidang harmonisasi dan regulasi, serta bidang pencegahan korupsi.
"Yang 30, rapat Komisi C merekomendasikan coba dikaji lah. Kalau perlu, tidak perlu itu. Yang 28 ini saja diberdayakan. Kalau sudah jalan (yang 30) kan bisa diberhentiin," kata dia.
Sebelumnya, Anies-Sandi berencana menggabungkan TWUPP ke dalam susunan TGUPP. Ide ini menyebabkan anggaran TGUPP dalam RAPBD 2018 membengkak dari Rp 2,35 miliar menjadi Rp 28,58 miliar. Selain penambahan jumlah personel, kebijakan ini juga disertai penambahan postur anggaran untuk belanja alat tulis kantor, kendaraan dinas operasional, dan pengadaan mesin absensi.