REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- PT Freeport Indonesia berpotensi menaikkan aset holding atau induk usaha tambang menjadi Rp 200 triliun jika sudah 51 persen sahamnya dimiliki oleh PT Inalum.
"Kalau proses divestasi saham Freeport lancar ya berarti saham holding tambang BUMN bisa naik, kisaran menjadi Rp 200 triliun-lah," kata Presiden Direktur PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Budi G Sadikin di Bengkulu, Rabu (22/11).
Saat ini menurutnya perkembangan untuk proses divestasi masih dalam tahap proses negosiasi dan melibatkan berbagai pihak hingga Pemerintah Daerah, diharapkan nilai yang ditawarkan dapat ditangani oleh holding tambang BUMN. Aset dari holding perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang pertambangan diperkirakan akan berkisar dari Rp 87 triliun hingga Rp 90 triliun.
"Ya sekitar itu, hampir Rp 90 triliun, itu nanti yang akan dimanfaatkan untuk mengelola kekayaan mineral dan batu bara (minerba) di Indonesia," katanya.
Saat ini menurutnya holding tambang BUMN masih menyusun strategi perencanaan tujuan hingga jangka waktu periode tiga bulan ke depan. Pembentukan induk usaha (holding) BUMN pertambangan diharapkan memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan sehingga tercipta BUMN industri pertambangan yang mampu menjadi pemain regional.
Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Fajar Harry Sampurno mengatakan sinergi BUMN pertambangan ini juga diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan kekuatan finansial sehingga memudahkan pengembangan usaha khususnya di bidang hilirisasi.
Menurut Harry, sesuai rencana ada tiga anggota perusahaan induk BUMN pertambangan yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit AsamTbk (PTBA), dan PT Timah Tbk (TINS) akan melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPSLB) pada 29 November 2017.
Agenda RUPSLB adalah untuk melakukan perubahan anggaran dasar sehubungan dengan telah beralihnya kepemilikan mayoritas dari semula Negara RI menjadi kepemilikan PT Inalum (Persero) yang seluruh sahamnya dimiliki negara.
"Agenda utama RUPSLB adalah untuk meminta persetujuan pemegang saham terhadap adanya perubahan pemegang saham ke PT Inalum (Persero) yang 100 persen dimiliki negara," tegas Harry.
Meski berubah statusnya, ketiga anggota perusahaan induk itu tetap diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal-hal yang sifatnya strategis sehingga negara tetap memiliki kontrol terhadap ketiga perusahaan itu, baik secara langsung melalui saham dwiwarna maupun tidak langsung melalui PT Inalum (Persero) yang 100 persen sahamnya dimiliki oleh negara. Hal itu diatur pada PP 72 Tahun 2016.