REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai kasus Viktor Laiskodat hanya dapat diproses oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Alasannya, Viktor memiliki karena hak imunitas sebagai anggota DPR RI.
"Sejauh fakta yang terungkap, saya berpendapat kasus itu sulit untuk diproses. Karena seperti yang dibilang polisi, setiap anggota DPR memiliki hak imunitas," ujar Margarito kepada Republika, Rabu (22/11).
Margarito menjelaskan, hak imunitas anggota DPR RI berfungsi pada saat mereka melakukan tugas kedewanan. Reses, menurutnya, termasuk bagian integral dari fungsi dan kedudukan mereka sebagai anggota dewan. "Oleh karena itu imunitas melekat pada mereka. Tidak bisa diproses," tegasnya.
Proses selanjutnya dalam kasus Viktor, kata dia, sangat tergantung pada penilaian MKD. Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) anggota DPR RI memiliki hak imunitas saat menjalankan tugas kedewanan.
Adanya hak imunitas tersebut yang menurut Margarito menjadikan anggota dewan imun dari pidana. "Di pidana memang tidak bisa, kelemahan dari UU. Suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, ini konsekuensi hukumnya," ujarnya.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Herry Rudolf Nahak mengatakan, Bareskrim tidak melanjutkan kasus ujaran kebencian dengan terlapor Ketua Fraksi Partai Nasdem di DPR, Viktor Laiskodat. Menurutnya, pidato Viktor yang dipermasalahkan dan dilaporkan ke Bareskrim dilakukan pada saat anggota DPR itu melaksanakan reses.
Pada saat itu, Bareskrim menilai, Viktor memiliki hak imunitas sebagai anggota DPR. "Itu kita dapat informasi bahwa dia laksanakan pada saat reses dan melaksanakan tugas ada surat tugas. Sehingga berlaku hak imunitas diatur UU MD3. Itu berarti hak imunitas anggota DPR," kata Nahak di gedung LIPI, Jakarta, Selasa (21/11).
Viktor dilaporkan atas dugaan ujaran kebencian dan permusuhan terkait pidatonya di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 1 Agustus lalu. Pidato Viktor di NTT tersebut pun viral di dunia maya. Dalam video tersebut, Viktor diduga menyebutkan ada empat partai yaitu Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN yang diduga mendukung adanya khilafah karena menolak Perppu Ormas.