REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI diminta responsif untuk segera menindaklanjuti proses sidang etik dugaan pelanggaran sumpah jabatan oleh Ketua DPR Setya Novanto. Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lukman Edy mengatakan, MKD tidak perlu menunggu sikap fraksi Partai Golkar, yang menurutnya tidak tergantung sepenuhnya dengan mekanisme internal DPR.
"Ya harus jadi prioritas MKD sekarang, terserah keputusannya seperti apa MKD. Cuma harus segera rapat. Kalau nggak rapat, berarti MKD ini nggak responsif ini," ujar Lukman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (23/11).
Lukman melanjutkan, sebab persoalan hukum Novanto terkait dugaan korupsi proyek KTP elektronik tidak hanya menjadi isu internal DPR tetapi juga telah menjadi isu publik secara nasional. Sehingga martabat dan harkat kelembagaan DPR juga harus dipikirkan yang terpengaruh dengan kasus tersebut. Menurut Lukman juga, MKD tidak perlu menggelar rapat konsultasi antar pimpinan fraksi-fraksi di DPR.
"Ngapain pakai rapat konsultasi, rapat konsultasi itu hanya boleh dibuat oleh Ketua DPR atau pimpinan DPR yang mengundang fraksi-fraksi. Sudah rapat saja internal MKD, orang kewenangan sudah diberikan oleh UU MD3 kok," kata Lukman.
Wakil Ketua Komisi II DPR itu juga mengatakan, apalagi di dalam MKD juga terdapat perwakilan-perwakilan fraksi. "Orang-orang yang diutus di MKD itu adalah sudah merupakan perwakilan fraksi-fraksi. Yaudah ngapain lagi pakai rapat-rapat konsultasi lagi," ucapnya.
Sebelumnya Ketua MKD Sufi Dasco Ahmad menegaskan bahwa proses penyidikan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Setya Novanto berjalan dan tidak terpengaruh dengan surat Nobanto dan keputusan pleno Partai Golkar.
Ia juga mengatakan, MKD pada Selasa (21/11) telah mengadakan rapat internal dalam rangka memverifikasi dugaan pelanggaran etik dengan meminta pandangan fraksi-fraksi namun batal karena ada beberapa pimpinan fraksi yang tidak bisa hadir.
Dasco menilai perlu memanggil pimpinan fraksi karena terkait dugaan pelanggaran etik menyangkut kelembagaan dan pimpinan DPR. Menurut dia selama ini belum pernah ada kasus yang membawa institusi lembaga DPR dan Pimpinan DPR sehingga ada pendapat fraksi-fraksi yang meminta pandangan fraksi secara bersamaan.