REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia menyatakan belum menerima laporan aduan terkait penanganan kasus dugaan ujaran kebencian yang melibatkan politisi Nasdem, Viktor Laiskodat. Pihak pelapor sebelumnya mengaku akan melaporkan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri pada Ombusman karena menyatakan menghentikan kasus Viktor.
"Belum, belum ada, belum kami terima," ucap Komisioner Ombudsman, Adrianus Meliala saat mengunjungi Mabes Polri, Jakarta, Kamis (22/11).
Namun, apabila memang terdapat indikasi pelanggaran, Adrianus mempersilakan pihak pelapor untuk melaporkan ke Ombudsman. Meskipun, ia mengaku belum mengetahui jika pihak pelapor perkara Viktor Laiskodat akan melapor ke Ombudsman.
"Saya kira bagus juga itu biar kami juga punya grip buat menangani kasus itu, sekarang belum ada belum," kata Adrianus.
Sebelumnya, Koordinator Tim Advokasi Pancasila Mangapul Silalahi, yang menjadi tim kuasa hukum pelapor Viktor Laiskodat mengaku akan melaporkan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Harry Rudolf Nahak. Pasalnya, Nahak menyatakan menghentikan penyidikan kasus ujaran kebencian Viktor Laiskodat pada Selasa (21/11). Mangapul menyatakan akan melaporkan hal tersebut pada pihak pihak terkait.
"Kami akan laporkan ke komisi 3, Kompolnas, termasuk ke Komnas HAM dan Ombusman yang akan segera kami lakukan," kata dia, Rabu (22/11).
Namun, kemudian Polri menyatakan kasus ujaran kebencian yang melibatkan Viktor Laiskodat sudah di hentikan/SP3 oleh penyidik Bareskrim adalah tidak benar. Kasus tersebut masih berjalan dan dalam status penyelidikan.
"Penyidik masih memerlukan beberapa keterangan lagi dari saksi-saksi yang hadir di TKP saat hal tersebut terjadi, termasuk juga dari saksi ahli bahasa," kata Karopenmas Polri Brigjen Rikwanto, Kamis (23/11) pagi.
Viktor dilaporkan atas dugaan ujaran kebencian dan permusuhan terkait pidatonya di Nusa Tenggara Timur pada 1 Agustus lalu. Pidato Viktor di NTT tersebut pun viral di dunia maya. Dalam video tersebut, Viktor diduga menyebutkan ada empat partai yaitu Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN yang diduga mendukung adanya khilafah karena menolak Perppu Ormas.