Kamis 23 Nov 2017 18:15 WIB

Indef: Tim Ekonomi Jokowi Harus Diresafel

Rep: Amri Amrullah/ Red: Elba Damhuri
Presiden Jokowi meninjau pembangunan jalan tol Semarang-Solo.
Foto: Bowo pribadi
Presiden Jokowi meninjau pembangunan jalan tol Semarang-Solo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Indef Bhima Yudhistira Adhinegara berharap Presiden Joko Widodo melakukan resafel tim ekonomi. Harapan resafel ini terkait akan mundurnya Khofifah Indar Parawansa dari Menteri Sosial karena maju sebagai calon Gubernur Jawa Timur.

"Saya kira selain pergantian Mensos, tim ekonomi juga harus diresafel. Pergantian Mensos bisa jadi pintu masuk meresafel tim ekonomi," kata Bhima dalam acara diskusi publik Perhimpunan Masyarakat Madani dengan tema "Peluang Resuffle di Ujung Pemerintahan", Kamis (23/11).

Baca Juga: Utang Indonesia Melejit dalam Tiga Tahun Terakhir

Bhima melihat menteri-menteri ekonomi gagal dan pantas diganti untuk memperbaiki kinerja ekonomi Pemerintahan Jokowi. Ia memberi contoh, data BPS kini menyebut pengangguran bertambah 10 ribu orang, gini rasio turun tidak signifikan, dan angka kemiskinan pun tidak turun sesuai harapan.

Padahal, kilah dia, kebijakan pemerintah mengalihkan anggaran cukup besar untuk Bansos ke masyarakat miskin tapi seolah tak ada hasil.

Di sisi lain, utang justru terus bertambah dengan alasan untuk infrastruktur. Tapi anehnya, menurut dia, sebagian masyarakat khususnya pekerja Indonesia tidak merasakan dampak keuntungan pembangunan infrastruktur itu.

Karena yang merasakan hanyalah para kontraktor besar. "Implikasi pada ekonomi dan masyarakat lokal tidak dirasakan," terang Bhima.

Maka wajar bila pembangunan infrastruktur yng gencar tidak berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Saat ini pertumbuhan ekonomi tetap di angka 5,1 persen.

"Bahkan pabrik semen dan besi baja ternyata tidak dirasakan oleh perusahaan dalam negeri," kata Bhima.

Indikasi ini, Bhima menjelaskan, menunjukkan bahwa dalam tiga tahun terakhir pembangunan infrastruktur salah sasaran. Tapi pemerintah tak mau mengakui dan terus melanjutkan pembangunan infrastruktur yang salah sasaran ini.

Yang tidak kalah fatal, menurut Bhima, adalah soal kebijakan fiskal. Hingga saat ini ia mengungkapkan, masyarakat tidak diberi tahu pertambahan utang itu masuknya kemana dan untuk apa.

Para politisi dan aktivis pun tidak ada yang mengkritisi soal ini."Ini karena hampir semua kekuasaan politik sudah masuk Istana, dan semua aktivis-aktivis sudah jadi komisaris BUMN. Jadi utang yang besar sampai bertambah seribu triliun pun tidak ada yang protes atau mengkritisi," paparnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement