REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Bus yang membawa 300 pencari suaka atau pengungsi telah meninggalkan kamp bekas penahanan yang dikelola Australia di Papua Nugini (PNG), setelah polisi memasuki pusat Pulau Manus pada hari kedua.
Ratusan pencari suaka yang ditahan menolak meninggalkan pusat Pulau Manus saat ditutup pada 31 Oktober dengan alasan keselamatan. Australian Broadcasting Corporation (ABC) melaporkan bahwa semua tahanan telah dipindahkan ke akomodasi alternatif pada Jumat (24/11).
Menurut tahanan, beberapa pria dipukuli dengan pentungan oleh polisi PNG. Video yang diposting di media sosial, juga menunjukkan bahwa pejabat PNG mengayunkan tongkat ke pencari suaka.
"Mereka (pencari suaka) pergi, semuanya. Mereka tidak suka pindah tapi kemudian mereka memukuli kita," kata seorang pengungsi seperti yang dilansir dari BBC News, Jumat (24/11).
Sebelumnya, komisaris polisi Gari Baki mengatakan, perpindahan pencari suaka pada Kamis kemaren, dilakukan secara damai dan tanpa penggunaan kekerasan. Dan Australia mengatakan tidak terlibat dalam operasi tersebut.
Dengan kebijakan yang kontroversial, Australia telah menahan pencari suaka yang tiba dengan kapal di kamp-kamp yang ada di Pulau Manus dan Pulau Nauru. Australia menutup pusat Pulau Manus setelah pengadilan PNG memutuskan bahwa hal tersebut tidak konstitusional.
PBB mengatakan, Kamis (23/11), terganggu oleh laporan pengungsi tersebut dipindahkan secara paksa, dan PBB sendiri tidak dapat memverifikasi tuduhan tersebut secara independen karena stafnya ditolak memasuki akses ke pusat pulau tersebut.
Pengungsi menolak untuk meninggalkan kamp karena khawatir mereka akan diserang. Kehadiran pencari suaka merupakan penyebab ketegangan di pulau tersebut.
Wartawan ABC Liam Fox mengatakan, pengungsi telah dipindahkan ke akomodadi alternatif di pulau tersebut. Ia melihat setidaknya 12 bus menuju fasilitas alternatif, dan 328 orang telah dipindahkan pada Jumat ini.
Awal pekan ini, badan pengungsi PBB mengatakan bahwa perumahan alternatif masih tetap dalam pembangunan, yang saat ini belum cukup aman dan tidak memiliki layanan, seperti tidak adanya perawatan medis.
Australia dengan tegas mengesampingkan dan membiarkan pencari suaka tersebut memasuki Australia, dengan alasan hal itu akan mendorong perdagangan manusia yang lebih lanjut dan dapat menyebabkan kematian di laut.