REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Wakil Gubernur Sumatra Barat Nasrul Abit mengingatkan masyarakatnya untuk tetap mengedepankan nalar dalam beragama. Maksudnya, boleh saja fanatik terhadap ajaran agama masing-masing, namun toleransi harus tetap dikedepankan. Hal ini demi mewujudkan Kebhinekaan dan menjunjung sila pertama Pancasila.
Tapi kondisi ini masih ada catatannya. Bagi Nasrul, toleransi digunakan dalam urusan bernegara. Sedangkan persoalan aqidah adalah urusan personal masing-masing individu yang tak berkaitan dengan toleransi.
Nasrul merasa, 72 tahun Indonesia merdeka tapi masyarakat harus diberi pemahaman tentang arti Bhinneka Tunggal Ika. Menurutnya, perdebatan tentang Kebinekaan akhir-akhir ini muncul lantaran pemahaman Pancasila yang belum utuh di antara masyarakat.
"Agama harus pakai nalar, jangan membabi buta, fanatisme terhadap agama kita boleh. Tapi toleransi tetap kita gunakan," kata Nasrul dalam membuka seminar oleh Pemuda Muhammadiyah Sumatra Barat, Jumat (24/11).
Sementara di Sumatra Barat, lanjut Nasrul, Kebhinekaan yang ada diwujudkan dalam kearifan lokal yang ada. Masyarakat Minang sendiri memegang prinsip hidup 'adat bersandi sarak, sarak basandi kitabullah'. Lelaku hidup masyarakat Minang dikembalikan lagi kepada tuntutan agama Islam.
"Jadi tidak akan mudah orang lain untuk memecah belah kita kalau kita tetap memegang falsafah tersebut," katanya.
Nasrul juga menyinggung belum terwujudnya 'Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia' yang nyata tertuang di sila kelima Pancasila. Kondisi ini tercermin dari masih banyaknya pengangguran di Indonesia. Tantangan bonus demografi juga akan menjadi semakin berat dengan masih lebarnya jurang antara angkatan kerja dengan kesempatan kerja yang ada.