Sabtu 25 Nov 2017 03:47 WIB

'Penguatan Kapasitas Ekonomi Rakyat Jangan Terbengkalai'

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andi Nur Aminah
Gelombang paceklik daya beli juga dirasakan di Kota Padang, Sumatra Barat. Para pedagang SPR Plaza mengeluhkan omzet yang anjlok hingga 50 persen dibanding tahun 2016 lalu.
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Gelombang paceklik daya beli juga dirasakan di Kota Padang, Sumatra Barat. Para pedagang SPR Plaza mengeluhkan omzet yang anjlok hingga 50 persen dibanding tahun 2016 lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (AFEB) Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) di Surabaya Mukhaer Pakkana menyebutkan, memasuki tahun 2018, tahun politik, jangan sampai konsentrasi penguatan kapasitas ekonomi rakyat terbengkalai. Selain itu, ia juga mengatakan, fenomena hebohnya daya beli dan shifting pola belanja masyarakat hanya merupakan fenomena wilayah perkotaan.

"Memasuki tahun 2018, yang dianggap tahun politik, AFEB PTM mengimbau agar konsentrasi penguatan kapasitas ekonomi rakyat jangan sampai terbengkalai. Program-program ekonomi tidak semata bersifat elitis dan mendongkrak pencitraan pemerintah," ujar Mukhaer dalam keterangan persnya, Jumat (24/11).

Mukhaer menjelaskan, saat ini sinyal makin parahnya tingkat kedalaman kemiskinan nasional naik menjadi 1,83 pada 2017 dari sebelumnya 1,74 pada 2016. Tingkat keparahan kemiskinan juga meningkat menjadi 0,48 pada 2017 dari 0,44 pada 2016.

Menurut dia, hal itu menunjukkan, program ekonomi pemerintah selama ini hanya mampu mendongkrak lapisan menengah-atas. Program-program itu yang makin meningkatkan akumulasi aset dan kekayaan lapisan tersebut. "Ini jika terlihat indeks gini rasio kesenjangan yang stagnan, yang artinya kesenjangan sulit diobati oleh pemerintah," tambah dia.

Ia juga berkomentar soal perdebatan tentang apakah daya beli masyarakat makin tergerus atau tidak. Daya beli masyarakat pada lapisan menengah perkotaan, dia mengatakan, justru masih bertahan kuat kendati mengalami pergeseran pola belanja. Sementara, daya beli masyarakat pada lapisan masyarakat miskin di wilayah perdesaan atau perkotaan tetap semakin parah.

"Itu artinya, AFEB PTM melihat, model pendekatan pembangunan dan perubahan teknologi informasi belum optimal mendongkrak kesejahteraan masyarakat miskin. Diperlukan inovasi disruptif yang familiar dengan masyarakat bawah," terang Mukhaer.

Selain itu, lanjut dia, kini AFEB PTM melihat terjadinya gairah penguatan ekonomi ummat. Hal itu ditandai dengan meningkatnya lembaga keuangan syariah, produk-produk syariah, bergeraknya sektor ril dengan keberadaan retail dan swalayan syariah.

Mukhaer menjelaskan, peningkatan ini belumlah memuaskan jika dibandingkan dengan besaran populasi umat Islam di Indonesia. Apalagi jika dibandingkan dengan Malaysia atau negara-negara lain yang tidak berpopulasi mayoritas umat Islam.

Karena itu, ia mengungkapkan, AFEB PTM mengusulkan agar pergerakan gairah ini tidak sakadar semangat sesaat, tapi terlembaga hingga ke pelosok-pelosok desa dan menyentuh pada aspek kebutuhan riil rakyat. Instrumen wakaf, zakat, infaq, sedekah dan lainnya, menjadi instrumen penting dalam meredistribusi aset demi tegaknya keadilan sosial. "Masjid dan mushala serta para mubaligh harus menjadi garda terdepan dan memiliki kapasitas melakukan sosialisasi instrumen-instrumen tersebut," tutur dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement