Ahad 26 Nov 2017 04:23 WIB

Cara Sahabat Bertabligh dan Mengislamkan Sebuah Suku

Rep: Mgrol97/ Red: Agus Yulianto
Mualaf bersyahadat (Ilustrasi)
Foto: ROL/mgrol72
Mualaf bersyahadat (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Kebiasaan para sahabat secara umum ketika mereka memeluk Islam, maka akan langsung menjadi mubaligh. Masalah apa pun yang sampai kepada mereka, mereka langsung menyampaikannya kepada orang lain, salah satunya dilakukan oleh Mus’ab bin Umair.

Dikisahkan dari Buku yang berjudul “Himpunan Fadhilah Amal” karya Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi Rah.a., bahwa Rasulullah SAW mengirim Mus’ab bin Umair bersama orang-orang Madinah golongan pertama yang telah memeluk Islam di lembah Mina untuk mengajarkan agama. Para sahabat ini sibuk dengan taklim dan tabligh di Madinah.

Mereka mengajarkan Alquran dan masalah agama kepada orang-orang. Mereka tinggal di tempat As’ad bin Zurarah, yang dikenal dengan sebutan Muqri (pengajar agama/ustaz).

Sa’ad bin Mu’adz dan Usaid bin Hudhair ra adalah kepala suku di tempat itu. Mereka mencurigai kegiatan para sahabat tersebut, Sa’ad berkata kepada Usaid, “Temuilah As’ad dan katakan kepadanya bahwa kami telah mendengar bahwa kamu telah berkawan dengan orang asing dan telah membuat orang-orang lemah menjadi bodoh dan menyesatkan mereka.”

Maka, Usaid menjumpai As’ad dan menegurnya dengan keras. As’ad berkata, “Dengarlah dulu apa yang ia ucapkan. Jika kamu menyukainya, terimalah. Jika tidak, kamu jangan menerimanya.” Usaid menerima usulannya, ia pun mendengarkan Mus’ab bin Umair menceritakan kebaikan Islam dan membacakan ayat-ayat Alquran.

Usaid berkata, “Alangkah bagusnya kata-kata ini. Adakah yang lebih bagus darinya? Bagaimanakah caranya jika ada orang yang ingin masuk ke dalam agamamu?” Para sahabat menjawab, “Hendaklah engkau mandi dan berpakaianlah dengan pakaian yang suci, lalu bacalah kalimat syahadat.” Maka Usaid melaksanakan itu semua dan jadilah ia seorang  Muslim.

Kemudian Usaid ra pergi menjumpai Sa’ad dan menyampaikan ucapan yang sama kepadanya, sehingga terjadilah pembicaraan di antara keduanya. Akhirnya, Sa’ad bin Muadz pun memeluk Islam. Lalu ia pergi menjumpai kaumnya, Bani Ashal.

Ia berkata, “Wahai kaumku, bagaimanakah pendapatmu tentang diriku?” Kaumnya menjawab, “Engkau adalah orang yang paling mulia dan paling utama di antara kami.” Sa’ad ra berkata, “Jika demikian, haram bagiku berbicara dengan laki-laki maupun wanita di antara kalian sebelum kalian memeluk Islam dan beriman kepada Rasulullah SAW.” Dengan ucapannya itu, seluruh Bani Ashal, lelaki maupun wanitanya memeluk Islam, sehingga Mus’ab ra semakin sibuk mengajar mereka.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement