REPUBLIKA.CO.ID,CANBERRA -- Sekelompok dokter senior Australia telah mengirimkan surat kepada pemerintah untuk menawarkan pengobatan gratis kepada pencari suaka di Papua Nugini (PNG). Jumat (24/11), sekitar 300 pencari suaka meninggalkan bekas pusat penahanan yang dikelola Australia di Pulau Manus milik PNG, dimana PBB menyebutnya sebagai pemindahan paksa.
Pengungsi tersebut telah menyatakan kekhawatirannya akan keselamatan mereka di Pulau Manus, di mana mereka sekarang berada di pusat transit. Dokter mengatakan, kondisi kesehatan fisik dan mental pengungsi tersebut sangat prihatin. Australia menahan pencari suaka yang tiba dengan kapal di pusat penahanan lepas pantai, yang dikatakan sebagai sebuah kebijakan yang mencegah penenggelaman dan perdagangan manusia.
Sekitar 600 pencari suaka menolak untuk meninggalkan kamp di Pulau Manus saat ditutup pada 31 Oktober lalu, dengan bertahan dalam kondisi kumuh, setelah air dan listrik terputus. "Kami adalah dokter senior Australia yang menulis dalam kapasitas pribadi kami, untuk mengungkapkan keprihatinan kami tentang kesehatan dan kesejahteraan mantan tahanan (pencari suaka)," tulis para dokter dalam surat terbuka tersebut, seperti yang dilansir BBC News, Senin (27/11).
Para dokter menawarkan untuk menerbangkan spesialis ke pulau itu, dan meminta Canberra untuk memberikan sanksi atas bantuan tersebut, serta memberi mereka izin diplomatik. Surat tersebut ditandatangani oleh dokter terkemuka termasuk mantan Australian of the Year Prof Patrick McGorry, editor Medical Journal of Australia Prof Nick Talley, dan presiden Royal Australian College of General Practitioners Prof Bastian Seidel.
Pencari suaka dan pengungsi, yang semuanya laki-laki, telah dipindahkan ke akomodasi alternatif di pulau tersebut. Pemerintah Australia mengatakan bahwa tempat tersebut aman dan memiliki layanan makanan dan medis.
Namun, badan pengungsi PBB mengatakan bahwa perawatan medis tetap tidak memadai, mencatat bahwa layanan konseling penyiksaan dan trauma untuk pria, yang sebagian besar memiliki status pengungsi, sama sekali tidak tersedia.
Jumat (24/11), badan pengungsi PBB mengecam tuduhan bahwa pencari suaka dipukuli dengan tiang logam oleh polisi PNG sebagai hal yang mengejutkan dan tidak dapat dimaafkan Pemerintah Australia menggambarkan klaim kekerasan tersebut sebagai tuduhan yang tidak akurat dan berlebihan, serta menuduh para pendukung pengungsi menimbulkan masalah. Canberra menutup pusat penahanan setelah sebuah pengadilan PNG memutuskan bahwa hal itu tidak konstitusional.