REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar masih berupaya untuk mempertahankan Setya Novanto sebagai Ketua Umum dengan tidak segera melakukan munaslub. Pengamat menilai apa yang dilakukan Golkar seolah tidak belajar dari kasus korupsi yang juga dulu menjerat mantan presiden PKS dan Demokrat.
"Mestinya Golkar ini belajar banyak dari kasus korupsi (mantan) Presiden PKS (Lutfi Hasan Ishak) dan (mantan) Ketua Demokrat Anas Urbaningrum," kata Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno kepada Republika.co.id, Senin (27/11).
Adi menerangkan, kedua partai itu ketika ketuanya terjerat dengan kasus korupsi maka segera mengambil langkah tegas memberhentikan. Kasus ini pun serupa dengan Golkar yang mana Setya Novanto yang saat ini mendekam di balik rumah tahanan KPK.
Ketua umum yang dijerat kasus korupsi dan telah dimasukkan dalam sel menurut Adi membuat daya rusak yang cukup kuat bagi Partai. Adi sangat menyarankan agar Golkar segera melakukan munaslub untuk mencari ketua umum partai yang baru.
"Ketika sang ketua umum terlibat kasus, menjadi tersangka dan dipenjarakan itu daya rusak terhadap partai cukup kuat," terang dia.
Namun yang dilakukan Golkar justru masih berupaya mempetahankan Setnov sampai putusan praperadilan. Padahal apapun putusan praperadilan nanti tidak akan membuat Golkar lebih baik kendatipun Setnov kembali menang.
"Artinya tanpa praperadilan sekalipun, tanpa menunggu hasil praperadilan Golkar mestinya sudah harus menggelar munaslub untuk menyelamatkan Golkar," ujar Adi.