REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta lebih konsisten dalam membuat kebijakan di sektor pertambangan. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan investor pertambangan saat ini masih wait and see akibat inkonsistensi pemerintah dalam hal perpajakan maupun kepastian hukum.
Yustinus menilai ada banyak kebijakan fiskal dan perpajakan yang tidak sinkron dalam sektor pertambangan. Menurut dia, hal itu berimbas pula kepada daerah kaya sumber daya alam seperti Papua.
Dia mengatakan, Papua mempunyai potensi sumber daya alam yang sangat besar dan membutuhkan tata kelola yang baik. Terutama kebijakan fiskal yang mendukung bagi daya tarik investasi, termasuk memberikan kepastian hukum.
"Apa yang sekarang absen dari kebijakan fiskal adalah norma besar yang menjadi payung bagi seluruh proses bisnis dalam sektor pertambangan, khususnya yang ada di Papua. Kita membutuhkan suatu regulasi yang konsisten," kata Yustinus, Senin (27/11).
Dia menjelaskan, kepastian pajak merupakan faktor yang sangat penting bagi investor dalam mengambil keputusan lokasi berbisnis dan berinvestasi. Sebagai industri yang bersifat padat modal dan jangka panjang, sektor pertambangan merupakan salah satu bidang usaha yang sangat terdampak atas ketidakpastian pajak saat ini.
Padahal, sektor pertambangan dan penggalian berkontribusi sekitar 36 persen terhadap perekonomian Papua. "Kalau kita ingin menarik investasi, maka semua persoalan itu harus bisa segera diselesaikan," ujar Yustinus.
Wakil Ketua Umum Indonesia Mining Institute, Hendra Sinadia, mengatakan, regulasi pusat dan daerah perlu diselaraskan dalam kerangka kepastian hukum untuk mendorong investasi di Papua. Terlepas hasil survei yang menunjukkan potensi pertambangan di Papua cukup besar, namun minat investasinya tergolong rendah.
Regulasi yang kurang mendukung serta kepastian hukum yang rendah diidentifikasi sebagai sejumlah faktor yang mendorong rendahnya minat investasi di sektor ini.