REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Polemik film drama musikal, Naura dan Genk Juara terus berlanjut di masyarakat. Film garapan sutradara Eugene Panji itu menuai kontroversi lantaran dianggap mendiskreditkan agama Islam. Selain ajakan boikot terhadap film tersebut, muncul juga petisi melalui media digital.
Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Ahmad Yani Basuki, menegaskan LSF selaku penanggungjawab yang meloloskan film tersebut mempunyai standar dasar atau parameter untuk menyensor sebuah film. Penilaian sensor itu, meliputi judul, tema adegan, dan ungkapan dalam film. Dari semua aspek yang yang kita teliti, tak satupun yang mencitrakan Islam secara negatif.
"Jadi, kalau diarahkan seperti menista agama atau melecehkan, kami tidak sampai ke sana. LSF tidak melihat muatan semacam itu," ujar Ahmad Yani dalam siaran persnya, Selasa (28/11).
Meski begitu, Ahmad Yani berharap agar orang tua mendampingi anaknya saat menonton film. Menurut Ahmad Yani, orang tua memiliki kewajiban untuk menjelaskan kepada anak, bukan lantas bereaksi berlebihan terhadap sebuah film.
"Itu kan fenomena sosial yang seperti itu bisa saja terjadi. Sama lah ketika film barat, pencurinya yang tentu bukan Islam, misalnya [menyebut] 'Oh my God!",
Diakui Ahmad Yani, dalam film tersebut terdapat adegan dimana salah satu penjahat mengucapkan istighfar. Namun, menurutnya ucapan tersebut merupakan ucapan spontanitas yang awam diucapkan oleh orang-orang kebanyakan.
"Dari kacamata LSF melihatnya itu bentuk-bentuk spontanitas, itu bisa terjadi pada siapa saja. Begitu juga, kebetulan itu terjadi di Indonesia, kita tidak fokus pencuri itu Islam atau Kristen, tapi dia kan tidak menggunakan atribut Islam. Dan tampilannya, menurut LSF, adalah tampilan penjahat," katanya.
Bagi LSF, film yang diloloskan dan dikritisi publik menjadi perhatian badan tersebut. Namun ia menegaskan kritik terhadap suatu film semestinya sesuai proporsi dan konteks.