REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pendidikan, Arief Rahman menilai, masih berulangnya kasus kekerasan di lingkungan sekolah menjadi cermin, 'iklim' positif dalam proses mendidik siswa tidak optimal. Artinya, sistem pendidikan di Indonesia, masih mengacu pada nilai saja, bukan pada spiritual, emosional, intelektual, jasmani dan sosial siswa.
"Jadi pendidikan yang bagus itu bukan hanya dilihat dari kecerdasan akal saja, tapi juga bagaimana peningkatkan karakter, budi pekerti, dan kecerdasan sosial juga," kata Arief ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (28/11).
Poin-poin tersebut, lanjut Arief, seringkali luput dari perhatian pemerintah daerah maupun pusat. Sehingga, baik sekolah bahkan pihak keluarga pun terjebak dalam memaknai keberhasilan pendidikan anak.
"Misalnya, yang ssering ditanya guru dan orangtua kepada anak itu adalah berapa nilai ulangan, nilai UAS dan lainnya saja. Bukan pada aspek lain itu," jelas Arief.
Terkait adanya perkelahian antarsiswa atau bentuk kekerasan lain pun, Arief menilai, pengawasan dan pengetahuan keluarga dalam mendidik anak masih sangat dangkal. Sehingga, keterlibatankeluarga dalam mengawasi dan mendidik anak harus maksimal. Jangan sampai, lanjut dia, keluarga memercayakan pendidikan sepenuhnya kepada sekolah dan guru saja.
"Jadi ya menurut saya jangan ngomong sanksi dulu dong, yang harus dibicarakan adalah bagaimana mewujudkan pendidikan ramah anak tanpa kekerasan," ujarnya.
Masalah pendidikan, lanjut Arief, bukan hanya persoalan satu dua pihak saja. Namun semua pihak, mulai dari guru, sarana prasarana sekolah, lingkungan dan pergaulan siswa, dinas pendidikan, yayasan, pemerintah daerah dan pusat, para ahli pendidikan, dan lainnya harus juga mendukung dan mengawasi agar terciptanya sekolah yang ramah anak, tanpa kekerasan.
(Baca: Kasus Tarung Siswa, Kemendikbud akan Evaluasi Pemda Terkait)
Seperti diketahui, Perkelahian antarsiswa kembali terjadi dan memakan korban jiwa. Terakhir, perkelahian antarsiswa terjadi di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor pada Jumat (24/11) lalu. Perkelahian melibatkan enam siswa SMP Islam As Syuhada dengan SMP Leuwi batu yang menyebabkan salah-seorang siswa, ARS (16 tahun) meninggal dunia.
Kapolres Bogor AKBP Andi M Dicky mengatakan, perkelahian kali ini tidak jauh beda dengan kasus gladiator yang menewaskan Hilarius tahun lalu. Gaya, untuk yang ini, mereka (pelaku dan saksi) menyebutnya sebagai adu ilmu kebal. "Saat duel, salah satu yang dianggap tidak punya kekebalan meninggal," ujar Dicky.
Sedangkan di Banjaran, Kabupaten Bandung, juga terjadi perkelahian antarsiswa SD yang juga menyebabkan satu anak meninggal dunia. Perkelahian tersebut pun, hanya dipicu hal sepele. "Setelah saya tanya, korban menyetel motor bising dan mengganggu pelaku," kata Kapolsek Banjaran Kompol Susianti Rachmi.