REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri BUMN Rini Soemarno, Senin (27/11) menandatangani akta pengalihan saham tiga BUMN Tambang serta PT Freeport Indonesia yang dimiliki pemerintah kepada PT Inalum (Persero) dalam rangka penambahan penyertaan modal negara ke dalam modal perseroan.
Saham seri B tiga BUMN itu ialah pada PT Aneka Tambang (Antam) Tbk sebesar 65 persen, PT Bukit Asam Tbk sebesar 65,02 persen, PT Timah Tbk sebesar 65 persen, serta 9,36 persen saham PT Freeport Indonesia yang dimiliki pemerintah.
Siaran pers Kementerian BUMN di Jakarta, Selasa (28/11) menyebutkan dengan ditandatanganinya akta tersebut, Holding BUMN Industri Pertambangan resmi berdiri dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) menjadi induk perusahaan (holding), serta PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk, menjadi anak perusahaan (anggota holding).
Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, proses pembentukan holding yang sudah lama dimulai dengan penyerahan peta jalan pengembangan BUMN oleh Kementerian BUMN ke Komisi VI DPR pada akhir 2015 ini, telah mendekati akhir.
"Selanjutnya akan dilakukan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Antam, Bukit Asam, dan Timah dengan agenda melakukan perubahan anggaran dasar sehubungan dengan telah beralihnya kepemilikan RI kepada PT Inalum (Persero) yang sahamnya 100 persen dimiliki negara," tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa proses komunikasi dengan Komisi VI sudah intensif, baik melalui rapat dengar pendapat (RDP), rapat kerja, maupun beberapa kali "focus group discussion" (FGD).
Selain itu, setelah terbit PP Nomor 47 Tahun 2017 dilanjutkan dengan proses administrasi termasuk akta pengalihan saham yang telah ditandatangani. Persetujuan Holding BUMN Industri Pertambangan akan dibawa ke RUPSLB Antam, Bukit Asam, dan Timah secara bersamaan pada tanggal 29 November 2017 di Jakarta.
Meski statusnya berubah, ketiga anggota holding itu tetap diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal-hal yang sifatnya strategis. Dengan begitu, negara tetap memiliki kontrol terhadap ketiga perusahaan itu, baik secara langsung melalui saham dwi warna, maupun tidak langsung melalui PT Inalum (Persero) seperti diatur dalam PP 72 Tahun 2016.
"Segala hal strategis yang dilakukan perusahaan anggota holding, semua tetap dalam kontrol negara sama dengan sebelum menjadi anggota holding, termasuk yang terkait dengan DPR apabila akan diprivatisasi. Perubahan nama dengan hilangnya 'Persero' juga tidak memberikan konsekuensi hilangnya kontrol negara dan kewenangan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat," ujar Rini.
Pembentukan Holding BUMN Industri Pertambangan bertujuan meningkatkan kapasitas usaha dan pendanaan, pengelolaan sumber daya alam mineral dan batu bara, peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi dan meningkatkan kandungan lokal, serta efisiensi biaya dari sinergi yang dilakukan.
"Ini jawaban untuk menghadapi tantangan persaingan global yang semakin kuat dan cepat. Keberadaan Holding BUMN Industri Pertambangan akan memberi manfaat besar, bukan hanya bagi perusahaan holding dan anak perusahaan anggota holding, namun juga bagi pemerintah dan masyarakat," kata Rini.
Selanjutnya, PT Inalum (Persero) sebagai induk holding memiliki tugas strategis untuk mengambil alih divestasi saham PT Freeport Indonesia. Sampai saat ini proses negosiasi masih terus berlanjut dan diyakini dengan peningkatan aset Holding BUMN Industri Pertambangan maka akan mampu menyerap nilai akuisisi PT Freeport Indonesia.
Selain itu, Holding BUMN Industri Pertambangan akan terus melakukan akuisisi maupun eksplorasi wilayah penambangan, integrasi, dan hilirisasi hingga akhirnya memiliki ukuran sebagai salah satu perusahaan yang tercatat dalam 500 Fortune Global Company.