REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan gugatan uji materi terhadap Pasal 7 ayat 2 huruf s Undang-undang (UU) No. 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Hakim MK menilai pokok permohonan pemohon tak beralasan menurut hukum.
"Amar putusan mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Wakil Ketua MK Anwar Usman selaku Ketua Sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (28/11).
MK secara tegas menyatakan, calon kepala daerah yang berasal dari kepala daerah petahana tidak harus mengundurkan diri. Hanya perlu mengajukan cuti di luar tanggungan negara. Sedangkan calon kepala daerah yang berasal dari anggota DPR, DPD, DPRD harus mengajukan surat pengunduran diri sejak ditetapkan sebagai peserta pilkada.
"Oleh karena itu, menurut Mahkamah dalil Pemohon sepanjang mengenai anggota DPR, DPD, DPRD tidak harus berhenti, tidak beralasan menurut hukum," kata Hakim MK Aswanto.
Aswanto menyebutkan, hal itu didasari oleh dua putusan MK sebelumnya. Soal kepala daerah petahana, didasari oleh Putusan MK No. 17/PUU-VIII/2008. Sedangkan unguk anggota DPR, DPD, dan DPRD, berdasadkan putusan MK Nomor 33/PUU-XIII/2015.
"Mahkamah secara tegas menyatakan harus mengajukan pengunduran diri secara tertulis sejak ditetapkan menjadi peserta pemilihan kepala daerah," jelasnya.
Sebelumnya, permohonan pengujian dengan nomor perkara 45/PUU-XV/2017 itu diajukan oleh anggota DPRD Provinsi Riau dari fraksi PKB periode 2014-2019 Abdul Wahid. Ia merasa, hak konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya Pasal 7 ayat 2 huruf s tersebut.
Abdul melihat dari ketentuan dalam Pasal 76 ayat (4) UU No. 17/2017 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dengan pasal tersebut, Abdul menilai seharusnya ia dapat menjalankan tugas dan atau wewenang dan kewajibannya sampai dengan berakhir masa jabatannya, yaitu lima tahun.
Dengan berlakunya Pasal 7 ayat 2 huruf s UU No. 10/2016, Abdul nilai telah merugikannya sebagai anggota DPRD yang hendak mencalonkan diri dalam pilkada. Ia harus kehilangsn jabatannya sebagai anggota DPRD Provinsi Riau sebelum masa jabatannya berakhir.
Ia juga menjelaskan, jabatan legislatif merupakan jabatan dengan proses seleksi pemilu secara langsung oleh rakyat. Menurutnya, keberadaan anggota DPR, DPD, dan DPRD bersifat kolektif kolegial.
Sehingga, bila yang bersangkutan maju dalam pilkada, maka tidak akan mengganggu sistem besarnya. Beda dengan konteks pejabat yang berkedudukan sebagai TNI, Polri, dan PNS yang bekerja dan melaksakan jabatan secara individual.