REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebaiknya menghindari sidang praperadilan Setya Novanto yang dimulai pada 30 November ini. Sebab dalam praperadilan ada banyak hal di luar dugaan yang bisa merugikan KPK.
"Praperadilan ini susah ditebak ending-nya. Kita belajar dari kasusnya Ilham Arief Sirajuddin, KPK kalah di praperadilan, tapi kemudian kasusnya Ilham ini terbukti di pengadilan Tipikor," tutur dia kepada Republika.co.id, Selasa (28/11).
Selain Ilham, perkara lain yang dicontohkan Donal yaitu perkara gratifikasi yang sempat menyeret Komjen Pol Budi Gunawan (BG). Hakim praperadilan saat itu meloloskan BG karena menilai penetapan tersangka oleh KPK terhadap BG tidak sah. Padahal, menurut Donal, saat itu penetapan tersangka bukanlah objek praperadilan.
Putusan itu yang menurut Donal membuat kalangan yang menggeluti bidang hukum terheran-heran. Penetapan tersangka, baru dijadikan objek praperadilan setelah perkara BG tersebut. Tepatnya setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan atas perubahan Pasal 77 KUHAP pada April 2015, bahwa objek praperadilan termasuk penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan.
"Nah poin kami adalah, praperadilan itu sangat susah ditebak ujungnya, sehingga justru tidak bagus untuk proses penanganan KTP-el, baik kasus Novanto atau kasus lainnya. Kami ingin KPK justru berharap pada pengadilan tipikor bukan pengadilan negeri Jakarta Selatan," ujar dia.