REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengklaim, masih ada pemerintah provinsi atau kabupaten/kota yang masih abai dalam memenuhi kesejahteraan guru. Padahal, Kemdikbud setiap tahunnya telah menyalurkan anggaran untuk tunjangan guru sebanyak Rp 68 triliun kepada seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
"Kami telah menyiapkan tunjangan profesi guru (TPG), tunjangan daerah khusus, dan insentif guru setiap tahunnya itu," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Guru dan Tenaga Pendidikan (GTK) Kemdikbud, Hamid Muhammad kepada Republika, Selasa (28/11).
Hamid menegaskan, Kemdikbud telah optimal dalam menyusun dan menyalurkan anggaran untuk kesejahteraan guru. Namun saat ini, yang perlu disoroti adalah langkah pemerintah daerah dan yayasan (sebagai penyelenggaran pendidikan swasta, red) dalam memenuhi kesejahteraan guru di daerahnya.
Dia menjelaskan, hal tersebut merujuk pada Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Pemerintah Daerah, pengganti UU Nomor 32 Tahun 2004 yang menjelaskan bahwa pengelolaan pendidikan SMA/SMK berada di tangan Pemerintah Provinsi (Pemprov). Sedangkan, Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada di tangan pemerintah kabupaten/kota.
"Nah yang perlu digarisbawahi itu hanya sebagian pemda dan yayasan yg peduli terhadap kesejahteraan guru, padahal kesejahteraan guru merupakan tanggung jawab langsung mereka," jelas Hamid.
Meski begitu, lanjut Hamid, Kemdikbud juga tidak lepas tangan begitu saja. Koordinasi dan pemantauan kepada pemerintah daerah terus menerus dilakukan, baik melalui tatap muka atau melalui aplikasi daring.
Hanya saja, Hamid menyatakan, tidak semua daerah bisa kooperatif untuk menuntaskan persoalan pendidikan di daerahnya. Karenanya dia mengimbau semua pihak bisa kooperatif dan proaktif menangani masalah kesejahteraan guru, khususnya guru honorer di Indonesia.