Rabu 29 Nov 2017 08:46 WIB

Pasebaya Gunung Agung Penyambung Lidah Masyarakat

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Esthi Maharani
Erupsi magmatik Gunung Agung terlihat dari Kubu, Karangasem, Bali, Selasa (28/11).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Erupsi magmatik Gunung Agung terlihat dari Kubu, Karangasem, Bali, Selasa (28/11).

REPUBLIKA.CO.ID, KARANGASEM -- Bali menjadi salah satu provinsi yang siap dalam menghadapi bencana alam. Hal ini salah satunya ditunjukkan para pengungsi Gunung Agung yang tergabung dalam kawasan rawan bencana (KRB) I, II, dan III. Mereka membentuk Pasemetonan Jagabaya (Pasebaya) Gunung Agung. Pasemetonan ini masing-masingnya dipimpin 28 perbekel dari 28 desa terdampak potensi letusan Tohlangkir.

Ketua Pasebaya Gunung Agung yang juga Perbekel Duda Timur, Kecamatan Selat, I Gede Pawana mengatakan mereka saling berhubungan menggunakan radio komunikasi atau handytalky. Satu sama lain saling bertukar informasi tentang kabar terkini di desa-desa mereka. Jejaring masyarakat ini sementara masih menumpang di frekuensi orari dan segera beralih ke frekuensi yang khusus.

"Biasanya kami berkumpul di banjar pada sore hari, menyampaikan informasi kepada warga, dan bertukar informasi dengan wilayah lain," kata Pawana, Rabu (29/11).

Modal sosial masyarakat Bali adalah gotong royong. Keberadaan Pasebaya Gunung Agung yang menjadi penyambung lidah masyarakat ini sangat dirasakan manfaatnya oleh pihak terkait. Evakuasi menjadi lebih mudah, karena mereka mengedukasi serta melakukan pendekatan personal kepada warga.

"Masyarakat diedukasi agar bisa menangani potensi bahaya erupsi," katanya.

Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali, Dewa Made Indra mengatakan tingkat kesiapsiagaan masyarakat Bali dalam menghadapi bencana Gunung Agung kian meningkat. Masing-masing desa bahkan sudah melakukan simulasi untuk latihan evakuasi letusan Gunung Agung.

"Jika suatu hari ada arahan melakukan evakuasi, maka masyarakat di daerah terdampak akan dipimpin dan diarahkan relawan. Mereka bergerak mengikuti arahan untuk menuju lokasi evakuasi dan jalur evakuasi yang sudah ditetapkan," kata Made Indra.

Berdasarkan peta rawan bencana, sebanyak 20 desa terdampak status awas Gunung Agung. Desa yang masuk KRB III adalah Pidpid, Nawakerti, Datah, Bebandem, Jungutan, Buana Giri, Tulamben, Dukuh, Baturinggit, Ban, Sukadana, Menanga, Besakih, Pempatan, Duda Utara, Amerta Buana, dan Sebudi. Semuanya berpotensi bahaya awan panas, aliran lava, lontaran batu pijar, hujan batu, dan hujan abu.

Desa yang masuk KRB II berpotensi bahaya awan panas, aliran lava, lahar, lontaran batu pijar, dan material gunung lainnya. Mereka adalah Desa Sebudi, Jungutan, Duda Timur, Sibetan, Macang, Budakeling, Bebandem, Ban, Tianyar, Sukadana, Baturinggit, Kubu, Dukuh, Tulamben, Peringsari, Muncan, Selat, Ababi, dan Menanga.

Desa yang masuk KRB I berpotensi bahaya aliran lahar dan kemungkinan perluasan awan panas. Ini adalah desa-desa yang berada di sungai-sungai yang alirannya berasal dari hulu Gunung Agung.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement