REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING-- Cina telah mengirim kembali sekelompok pembelot Korea Utara, termasuk seorang anak meskipun ada permintaan keras dari salah satu kerabat mereka agar tidak dipulangkan. Dilansir di BBC, Rabu (29/11), kelompok 10 orang tersebut ditahan di Cina pada awal November setelah diam-diam melintasi perbatasan.
Seorang pria yang diidentifikasi sebagai Lee sudah berada di pengasingan di Korea Selatan. Ia mengatakan kelompok tersebut dapat dibunuh jika kembali ke Korea Utara. Menurut Lee, istri dan anak laki-lakinya yang berusia empat tahun masuk dalam kelompok tersebut dan telah ditahan di Cina.
Dia mengatakan klaim untuk suaka tidak dipertimbangkan oleh Cina. Lee melarikan diri ke Korea Selatan pada 2015 dan berharap keluarganya bisa bergabung dengannya.
"Saat ini saya yakin mereka (istri dan anaknya) berada di pusat penahanan. Saya mendengar jika Anda menghabiskan satu bulan di sana, Anda menjadi sangat lemah karena kekurangan makanan, Anda kehilangan semua berat badan Anda karena tidak ada yang bisa dimakan. Anda mendapatkan 20 biji jagung paling banyak dalam sehari," katanya.
Ia mengaku tidak bisa mengungkapkan apa yang ia rasakan saat ini. Awal bulan ini, Lee telah meminta presiden Cina Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump untuk campur tangan dan mencegah keluarganya dipulangkan.
"Orang bilang Kim Jong-un adalah orang jahat. Tapi sama buruknya untuk memulangkan orang ke Korea Utara karena tahu mereka akan dikirim ke kamp-kamp politik dan menghadapi kematian mereka. Hampir lebih buruk menjadi kaki tangan, mengetahui apa yang Anda lakukan adalah hal yang buruk," kata Lee.
Baik Cina maupun Korea Selatan tidak berkomentar mengenai nasib kelompok tersebut. Para pembelot ditangkap dalam sebuah serangan di sebuah rumah aman di Shenyang di provinsi Liaoning, Cina timur laut pada 4 November.
Penangkapan tersebut dilakukan di tengah tindakan keras oleh Cina terhadap para pembelot Korea Utara. Menurut
Human Rights Watch (HRW) layanan keamanan Cina menangkap setidaknya 49 warga Korea Utara dalam tiga bulan antara Juli dan September. Angka ini mengalami peningkatan signifikan dari 51 orang yang tercatat telah ditahan selama 12 bulan sebelumnya.
Wakil Direktur HRW Asia Phil Robertson mengatakan dengan mengembalikan kelompok tersebut, Cina terlibat dalam penyiksaan, kerja paksa, pemenjaraan dan pelanggaran lainnya.
"Mereka ditakdirkan dan penolakan Beijing untuk melindungi mereka dan memperlakukan mereka sebagai pengungsi yang melarikan diri dari penganiayaan adalah masalahnya," katanya.
Kementerian luar negeri Cina sebelumnya mengatakan tidak mengetahui rincian kasus tersebut namun mengikuti undang-undang domestik dan internasional dalam semua hal tersebut.
Cina secara paksa memulangkan orang-orang Korea Utara meskipun menjadi bagian dari Konvensi PBB tentang Pengungsi 1951, yang mewajibkan para penandatangan untuk tidak mengembalikan pengungsi jika mereka menghadapi ancaman penganiayaan atau penyiksaan. Cina menganggap pembelot sebagai migran ilegal daripada pengungsi.
Pada 2014, Komisi Penyelidik PBB untuk Hak Asasi Manusia mengatakan Korea Utara bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis, meluas dan berat serta kejahatan terhadap kemanusiaan.