Rabu 29 Nov 2017 14:55 WIB

Soal Reklamasi, KSTJ Ajukan Upaya Kasasi ke PTTUN Jakarta

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Bilal Ramadhan
Foto udara kondisi perairan di sekitar wilayah reklamasi di Teluk Jakarta
Foto: Republika
Foto udara kondisi perairan di sekitar wilayah reklamasi di Teluk Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) menyatakan perlawanan kasasi terhadap putusan banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta. Putusan yang mengabulkan banding Gubernur DKI Jakarta dan perusahaan pemegang izin konsesi reklamasi pulau F,I dan K membatalkan ketiga putusan pengadilan putusan PTTUN Jakarta sebelumnya, di tingkat pertama.

Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Marthin Hadiwinata mengatakan terdapat lima kejanggalan dalam putusan hakim tersebut. Ia mengatakan, PTTUN Jakarta masih menggunakan dasar hukum Keppres 52/1995 tanpa mempertimbangkan adanya Pasal 72 Perpres 54 Tahun 2008 yang menyatakan Keppres 52/95 tersebut dinyatakan tidak berlaku.

"Hakim masih menggunakan dasar hukum keppres 52 tahun 95, padahal secara prinsip sudah ada hukum baru yang mengatur berbagai peraturan yang baru. Dari mulai UU pesisir hingga berbagai macam UU yang lingkungan hidup dan UU kelautan dan masih banyak lagi," kata Marthin kepada wartawan di PTTUN, Jakarta Timur, Rabu (29/11).

Kejanggalan kedua, ia mengatakan pengadilan tinggi mengada-ada dengan menyatakan Menko Kemaritiman sebagai pihak berwenang dalam proyek reklamasi. Padahal, ia mengatakan, secara hukum tidak ada kaitannya Menko Kemaritiman dengan proses reklamasi.

"Terkait reklamasi yang ada adalah pengawasan sanksi lingkungan hidup itu, kaitannya dengan UU lingkungan hidup. Itu yang dimiliki oleh kementerian lingkungan hidup. Tidak ada kaitannya dengan Menko Maritim," tambahnya.

Ketiga, menurutnya hakim tidak proseduran dengan tidak melakukan penilaian secara utuh terkait perizinan reklamasi. "Karena di dalam reklamasi yang 25 hektare, harus ada rekomendasi dari Menteri Perikanan dan Menteri Kelautan. Nah itu tidak ada dalam perizinan reklamasi tersebut," kata dia.

Sedangkan yang keempat, terkait rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (rzwp3k) yang dikatakan oleh hakim tidak wajib, ia mengatakan hal tersebut mengada-ada.

"Padahal dalam hukum pesisir itu wajib untuk mengurangi dan menghilangkan konflik pemanfaatan, dan ahli yang kami ajukan juga mengatakan bahwa reklamasi di Teluk jakarta yang terpisah dari pulau jawa, artificial island atau pulau buatan itu harus ada rencana zonasi," ujarnya.

Poin yang kelima, penilaian KSTJ untuk menyatakan perlawanan kasasi, karena hakim tidak memikirkan dampak buruk dari reklamasi. Menurutnya, dampak buruk dari reklamasi sudah terjadi, salah satunya sedimentasi.

"Ada banyak kematian ikan dan itu merupakan salah satu dampak buruk dari reklamasi. Alasan itu yang menjadi dasar kami menilai bahwa kita harus meyatakan kasasi, melakukan perlawanan kasasi terhadap putusan banding tersebut," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement