REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan, menyegerakan pelimpahan berkas perkara kasus korupsi proyek KTP-el ke pengadilan Tipikor, bukan masalah berani atau tidaknya Komisi Pemberantasan Korupsi menghadapi praperadilan yang diajukan Setya Novanto (Setnov). Namun, hal itu agar kasus yang menyeret Ketua DPR RI itu bisa segera disidangkan.
"Kalau memang sudah lengkap silahkan dinaikkan ke pengadilan tipikor. Logikanya adalah kelengkapan, bukan soal menghindari praperadilan," katanya kepada < i >Republika.co.id< /i >, Rabu (29/11).
Zainal menambahkan, menyegerakan pelimpahan perkara Novanto ke pengadilan dengan tujuan supaya sidang praperadilan yang Ketau DPR itu ajukan, bukan hal utama. Sebab baginya, yang terpenting adalah soal kelengkapan berkas perkara. Bila lengkap maka limpahkan.
Terlebih, soal kekhawatiran terhadap pihak kuasa hukum Novanto yang berupaya mencari celah hukum di praperadilan, menurutnya hal itu biasa dan tidak ada kaitannya dengan KPK. Karena, yang namanya pengacara, lanjutnya, tentu mencoba berbagai cara dan upaya.
"Dan KPK juga enggak bisa mengantisipasi karena bukan ranah kewenangan KPK tapi ranahnya hakim dan peradilan di praperadilan yang menentukan. Apakah harus segera dinaikkan saja ke pengadilan supaya praperadilan gugur, harusnya bukan itu pemikiran utamanya," ujarnya.
Lagi pula, penetapan tersangka Novanto yang dulu dengan yang sekarang, tentu ada yang berbeda. "Jadi silakan saja kalau mau praperadilan, soal kalah atau tidak itu soal lain, yang penting jalan saja prosesnya," tuturnya.
Novanto melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan praperadilan dan sidang akan dimulai pada 30 November besok. Kuasa Hukum Novanto, Fredrich Yunadi mengatakan punya senjata untuk mengalahkan KPK di praperadilan. Ia pun berharap KPK tidak menggugurkan sidang praperadilan yang diajukan dirinya dengan melimpahkan perkara kliennya ke pengadilan tipiko.
"Kalau sekarang KPK buru-buru melimpahkan perkara untuk menggugurkan praperadilan, berarti KPK takut. Kalau dia merasa benar kenapa takut, kan dia harus buktikan dong bisa menang, kalau dia takut berarti ada something dong," ungkapnya.