Rabu 29 Nov 2017 19:14 WIB

Laporan Baru: Generasi Muda Australia Lebih Toleran

Anak muda di Australia dilaporkan lebih terbuka dengan imigran dan keberagaman.
Foto: ABC
Anak muda di Australia dilaporkan lebih terbuka dengan imigran dan keberagaman.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Jika Anda berada di Australia dan melihat ada orang yang dilecehkan di kendaraan umum karena rasnya, mungkin Anda berpikir dunia menjadi tempat yang buruk saat ini. Tapi sebuah laporan baru mengubah asumsi tersebut. Disebutkan dalam laporan tersebut bahwa warga Australia, terutama anak-anak mudanya, sangat menerima pendatang dan keberagaman budaya.

Laporan ini dibuat oleh yayasan Scanlon Foundation soal kohesi sosial. Mereka menemukan 17 dari 20 warga Australia merasa "sangat senang" atau "senang" dengan kehidupan secara keseluruhan.

Sebanyak 19 dari 20 orang berusia 18-24 tahun merasa keberagaman budaya di Australia sudah baik, dan 80 persen mengatakan pendatang dari berbagai negara telah membuat Australia lebih kuat.

Angka ini terus meningkat seiring dengan usia responden, tapi hampir separuh dari mereka yang berusia lebih dari 75 tahun merasa tingkat imigrasi di Australia sudah terlalu tinggi.

Pandangan anti-Muslim tidak popular

Masih ingat saat senator Australia, Pauline Hanson yang menyerukan larangan pendatang Muslim ke Australia, lewat pidatonya di tahun 2016? "Kita sedang dalam bahaya dengan dibanjiri umat Islam dengan budaya dan ideologi yang tidak sesuai dengan kita," katanya.

Meski ada larangan dari politikus seperti Pauline dari Partai One Nation, atau George Christensen dari Partai Liberal Nasional, laporan tersebut menemukan seruan ini tidaklah populer.

Sekitar 20 persen warga Australia setuju dengan pandangan menolak masuknya pendatang berdasarkan agama mereka. Tapi angka ini turun hingga 8,1 persen di kalangan anak muda berusia 18-24 tahun. Hanya dibawah 45 persen kalangan anak muda yang setuju dengan pandangan Christensen, dibandingkan dengan 36 persen yang menerima Muslim secara positif.

Tapi tidak semua keadaan membaik

Keseluruhan warga Australia yang mengaku telah mendapat perlakukan diskriminasi karena ras dan agama mereka telah meningkat dua kali lipat dalam sepuluh tahun sejak survei dilakukan, yakni dari 9 persen di tahun 2007, menjadi 20 persen saat ini.

Lebih dari satu dari anak muda berusia 18-24 tahun mengatakan jika mereka telah diperlakukan berbeda karena warna kulit, etnis, dan agama mereka. Tahun 2017 ini, angka tersebut menjadi yang salah satu yang terendah dalam hal kohesi sosial secara keseluruhan, terutama dalam hal merasa diabaikan oleh masyarakat.

Saat ditanya apakah mereka merasa dari bagian Australia, hanya 67 persen yang setuju sampai batas tertentu. Angka ini di tahun 2007 mencapai 96 persen.

Kepercayaan pada politikus

Anak-anak muda paling memiliki kepercayaan pada politik, dengan 37 persen warga berusia 18-24 tahun merasa politisi telah "hampir selalu" atau "seringkali" melakukan hal yang benaruntuk negara. Dibandingkan dengan angka 28 persen dari populasi lainnya.

Mereka juga tidak terlalu merasa jika sistem pemerintahan Australia membutuhkan perombakan besar-besaran. Jika dilihat secara luas, keterlibatan berpolitik di antara warga Australia, seperti melakukan aksi protes, memboikot produk atau perusahaan, telah meningkat sejak tahun lalu.

Artinya, di saat kepercayaan terhadap politisi menurun, tapi ada kemauan warga untuk menyatakan sikap politik meningkat. Tahun ini adalah tahun kesepuluh yayasan Scanlon Foundation melakukan survei. Sebanyak 42 ribu orang telah terlibat dalam survei tersebut.

Artikel ini disadur dari program Hack dari Radio Triple J milik ABC. Anda bisa membaca artikel aslinya dalam bahasa Inggris disini.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/generasi-muda-australia-lebih-toleran/9205770
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement