REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kunjungan Raja Swedia pada bulan Mei 2017 lalu berbuah positif kepada Kota Bandung. Saat ini, hasil kunjungan sudah beranjak ke tahap yang lebih konkret. Dari sekian banyak bidang kerja sama, Pemerintah Kota Bandung dan Kerajaan Swedia bersepakat untuk memprioritaskan sektor transportasi.
Sebanyak enam perusahaan multinasional asal Swedia, yakni ABB, Bombardier, Scania, SKF, Transiro, dan Volvo mengirimkan delegasinya ke Kota Bandung. Kehadiran mereka dalam rangka bagian dari Sustainable Urban Transport and Smart City Roadshow to Indonesia.
Para delegasi itu dipimpin oleh Kepala Bidang Perdagangan dan Promosi Kedutaan Besar Swedia untuk Indonesia Robert Lejon dan diterima langsung oleh Wali Kota Bandung M Ridwan Kamil di Pendopo Kota Bandung, Rabu (29/11).
Ridwan Kamil menyambut baik kedatangan para pebisnis itu. Ia pun semakin memperkuat negosiasi untuk menghadirkan sistem transportasi massal terbaru yang diharapkan bisa menyelesaikan persoalan mobilisasi di Kota Bandung.
Pemkot Bandung, kata dia, telah mengupayakan berbagai cara untuk mengurai kemacetan. Mulai dari merancang kota baru di Bandung Teknopolis untuk mengurai mobilitas warga sehingga tidak terkonsentrasi di pusat kota. Ia juga membuat aturan bagi siswa untuk bersekolah di dekat rumah tidak lain untuk mengurangi mobilisasi manusia.
"Trotoar juga diperbaiki supaya jarak dekat orang jalan kaki nggak naik mobil motor. Ada sepeda sewa bike sharing. Cikal bakal skywalk supaya orang bisa jalan kaki tanpa ketemu mobil sudah dilakukan. Bus sekolah sudah," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil.
Namun, Emil mengakui bahwa hal itu belum cukup jika belum disertai dengan penambahan moda dan sistem transportasi massal yang memadai. Satu hal yang membuatnya selalu terkendala, yakni dari segi pembiayaan. Pemkot Bandung memiliki keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sehingga tidak bisa membiayai sendiri program tersebut.
"Jadi kalau Bandung hari ini kendala kemacetan itu masih terasa, karena memang kita nggak punya dana. Tapi kami tidak ingin menyerah," katanya.
Oleh karena itu, Emil terus mengupayakan agar investasi swasta untuk pengadaan transportasi publik bisa segera diwujudkkan. Ia pun meminta kepada para pengusaha Swedia agar tidak hanya menawarkan produk, tetapi juga skema bisnis yang bisa dijalankan melalui skema Public Private Partnership (PPP).
"Kepada grup Swedia yang bawa teknologi bus, kereta dan lain-lain itu saya titip harus bawa dengan (skema) PPP-nya. Supaya, jangan jualan produknya aja, harus bawa dengan investasinya. Karena tanpa investasi sampai kapanpun pasti kami tidak akan sanggup," katanya.