REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islamofobia adalah ketakutan, prasangka, dan kebencian terhadap Islam dan Muslim. Fenomena ini mungkin ancaman terbesar menghadapi dunia Islam masa kini.
Menurut Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP), Din Syamsuddin, tidak ada alasan bagi kelompok Islamofobia untuk bersikap sentimen. Memperbanyak dialog antaragama dan pendidikan yang benar bisa menjadi solusi untuk menghapus sentimen tersebut.
"Indonesia sebagai negara majemuk bisa damai. Ini adalah contoh yang baik yang diikuti dan dilaksanakan di Amerika," ujar Din kepada Republika.co.id di Jakarta, Kamis (31/11).
Dalam pertemuannya dengan sejumlah tokoh Amerika pada selasa (28/11), Din bertemu dengan utusan Amerika diwakili oleh Michael M. Honda, Senator dari California; Bruce Balter, Hakim Mahkamah Agung New York; Tom Taylor Senator negara bagian Georgia; Wendi Taylor dari Global Youth Project; dan Mahmud Altun, MAEd, Ms., warga Amerika keturunan Turki.
"Amerika Serikat memuji kerukunan umat beragama di Indonesia. Sebagai negara dengan mayoritas pemeluk Islam, Indonesia tetap hidup damai dan harmonis," ungkap Din.
Mantan Ketua PP Muhammadiyah ini menambahkan, kunjungan ini merupakan tindak lanjut pembicaraan antara pemuka agama Indonesia dengan AS pada 2010, baik ketika di Jakarta maupun di Washington. Menurut Din, dialog-dialog semacam itu penting untuk menghilangkan Islamofobia dan anti-Amerika.
"Pertemuan ini diharapkan bisa menjembatani kedua negara dan tidak ada lagi sentimen anti-Islam mau pun anti-Amerika," ucapnya.
Sementara Mahmud Altun yang keturunan Turki itu menilai, Indonesia merupakan bukti Islam moderat. "Saya pernah diundang dalam acara buka bersama di kediaman Prof. Din Syamsudin. Ternyata tamu yang diundang bukan hanya muslim, tapi non-Muslim pun diundangnya. Saya sangat kagum," katanya.