REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Kasus pemalsuan ijazah yang dilakukan terdakwa Tety Sriyani terungkap setelah mantan Kepala SMP Negeri 16 Nania Ambon, La Sateny mengaku melihat adanya perbedaan tanda tangannya dalam blanko tersebut.
"Awalnya saya dipanggil Polda Maluku dan disodorkan dua lembar ijazah SMP atas nama Ahmad Irfansyah Riady, lalu kedua blanko itu dibawa pulang ke rumah untuk diselidiki," kata La Sateny di Ambon, Maluku, Kamis (30/11).
Penjelasan La Sateny disampaikan sebagai saksi atas terdakwa Tety Suryani dan Suwardi alias Ahmad Irfansyah Riady dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon, Amaye Yambeyabdi didampingi Jimmy Wally serta Jenny Tulak sebagai hakim anggota.
Menurut saksi, ada perbedaan tanda tangan yang asli pada bagian ekornya. Tanda tangan yang dipalsukan memiliki garis ekor yang sangat panjang.
Tahun penerbitan dengan nomor seri yang tertera di kedua lembar ijazah itu juga berbeda dan foto wajah mantan siswa yang asli bernama Ahmad Irfansyah Riady berbeda dengan terdakwa Suwardi yang ada di ruang sidang.
"Seingat saya, Ahmad Irfansyah itu orangnya pendek dan lulus SMPN 16 Nania antara tahun 2008 atau 2009," katanya.
Saksi juga sempat meneteskan air mata di persidangan ketika ditanya kinerja terdakwa Tety yang merupakan seorang guru mata pelajaran matematika di SMPN 16 Nania.
"Tety adalah seorang guru yang penuh dedikasi dan disiplin tetapi saya tidak menyangka kejadiannya seperti begini," ujar La Sateny.
JPU Kejati Maluku, Evie Hattu dan Sania Pentury juga menghadirkan Sulistia yang merupakan suami terdakwa untuk memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan.
Dia mengaku istrinya dijemput aparat Polda Maluku antara dua hingga tahun lalu dalam kasus dugaan pemalsuan ijazah terhadap terdakwa Suwardi untuk mengikuti seleksi calon bintara Polri dan berhasil lolos sebagai anggota polisi.
Suwardi mengikuti seleksi calon bintara Polri menggunakan ijazah diduga palsu atas nama Ahmad Irfansyah Riady, setelah membawa beberapa lembar pas photo kepada terdakwa di rumahnya dan melakukan stempel tiga jari di lembaran ijazah.
Namun saksi tidak bisa menjelaskan pertanyaan majelis hakim darimana asal blanko ijazah tersebut atau siapa yang menyediakannya, dan dia mengakui ada sejumlah dokumen yang disita.
Majelis hakim menunda persidangan selama satu pekan dengan agenda pemeriksaan terdakwa.