Jumat 01 Dec 2017 00:23 WIB

Megawati Kenang Pelemparan Granat kepada Soekarno

Presiden Soekarno (kanan) dan Presiden AS John F Kennedy (Kiri)
Foto: Soekarno
Presiden Soekarno (kanan) dan Presiden AS John F Kennedy (Kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri mengenang peristiwa pelemparan granat kepada ayahnya, Soekarno pada 30 November 1957, yang merupakan percobaan pembunuhan kepada Presiden Pertama RI terjadi di Perguruan Cikini, tempat Megawati dan kakaknya, Guntur Soekarnoputra sekolah.

"Saat itu ada acara ulang tahun sekolah, kebetulan saya mendapat tugas menjaga pameran, kakak saya (Guntur) bertugas menjaga permainan. Ayah saya datang sebagai orangtua murid, bukan sebagai presiden," kata Megawati dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (30/11).

Hal itu dikatakannya dalam peluncuran dan diskusi tiga buku karya sejarawan Bonnie Triyana, yaitu "Kennedy & Sukarno", "Mengincar Bung Besar" dan "Ho Chi Minh & Sukarno" di Museum Nasional, Jakarta, Kamis (30/11).

Dia mengatakan sejarah mencatat pelemparan granat itu gagal membunuh sang proklamator namun menyebabkan ratusan korban, yang kebanyakan murid Perguruan Cikini. Dia mengatakan peristiwa itu tidak akan pernah terlupakan, karena korbannya dari kawan-kawannya saja ada 100 orang, baik yang meninggal dunia, luka parah, maupun luka ringan dan beberapa bahkan cacat seumur hidup.

"Dulu ada satu grup yang tercuci otaknya namun tidak sadar, yaitu Saadun dan Taasrif, keduanya guru yang sudah 'brainwash'," ujarnya.

Ketua Umum DPP PDI Perjuangan itu mengatakan dari hasil penelitian, pelaku teror tidak berhasil membunuh Bung Karno karena ayahnya itu ketika pulang meninggalkan sekolah dihampiri anak-anak sekolah. Dia menceritakan ayahnya ketika itu dipeluk anak-anak sekolah dan mengibaratkan kalau saat ini seperti Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sering diminta masyarakat untuk swa foto bersama.

"Dipeluk oleh anak-anak, ya kira-kira seperti Pak Jokowi sekarang ini, sering diminta swa-foto. Mereka (pelaku) tergugah dan detik-detik itu terlewati, justru yang kena dan jadi korban teman-teman saya karena kalau tepat waktu, ayah saya bisa kena," katanya.

Ketua Umum PDI Perjuangan ini berharap agar buku-buku tentang sejarah lebih banyak lagi diterbitkan oleh anak-anak muda seperti Bonnie Triyana.

"Banyak sekali peristiwa-peristiwa sejarah yang dikhawatirkan hilang jika tidak ditulis,” pesan Megawati.

Ngepel Museum

Berpidato di Museum Nasional, Megawati juga mengingat masa-masa menjadi sukarelawan tempat penyimpanan benda-benda bersejarah itu. Keikutsertaan Megawati itu atas ajakan sebuah yayasan di bidang seni dan budaya yang prihatin dengan kondisi museum.

"Saya bergotong royong, melakukan pencucian dan ngepel lho. Waktu itu saya dapat bagian keramik,” kata  Ketua Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) ini.

 

Kecintaan Megawati pada museum membuatnya tergerak merevitalisasi Museum Nasional saat dia menjabat Presiden ke-5 RI.

"Gedung ini bagian yang bisa saya berika ketika saya presiden. Bukan dari uang saya memang, tapi paling tidak saya memotivasi agar museum pusat bisa diminati turis lokal maupun mancanegara,” ujarnya.

Dalam diskusi yang menghadirikan tiga pembicara, Daniel Dhakidae, Yosef Djakababa dan Andina Dwifatma, Megawati mengikutinya sampai habis. Dia tampak begitu antusias mengikuti setiap perbincangan mengenai sejarah bangsa.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement