REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebutuhan energi akan terus meningkat seiring bertumbuhnya perekonomian Indonesia. Berbagai langkah strategis pun telah dilakukan Pemerintah untuk menjamin ketersediaan energi Nasional, salah satunya adalah dengan mendorong secara masif pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Pemerintah mendorong penggunaan energi terbarukan untuk ketahanan energi nasional. Saat ini sedang dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap dengan kapasitas 75 Mega Watt (MW) dan diharapkan Commercial Operation Date (COD/beroperasi secara komersial) pada awal 2018," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan melalui keterangan tertulisnya, Jumat (1/12).
Jonan memaparkan, selain Sidrap, ada beberapa proyek EBT yang sedang dilaksanakan, yaitu PLTB Jeneponto, di Sulawesi Selatan dengan kapasitas 65 MW dan PLTB Tanah Baru di Kalimantan Selatan. Pengembangan EBT ini dimaksudkan agar tarif listrik berbasis EBT kedepannya akan lebih murah dan kompetitif.
Harga jual listrik PLTB Sidrap adalah 11,4 sen dolar Amerika Serikat per kWh, dan sekarang dipersiapkan PLTB Sidrap Tahap II, kapasitas 50 MW, dengan harga jual ke PLN yang jauh lebih murah, sekitar enam sen dolar AS per kWh. Lebih lanjut, Jonan menyampaikan bahwa untuk PLT Arus Laut, proyek berkapasitas 20MW akan dikembangkan di Larantuka dengan harga jual listrik dari pengembang ke PT PLN sebesar 7,19 sen dolar AS per kWh. Sangat kompetitif dibandingkan pembangkit listrik dari sumber energi primer lainnya.
Saya percaya ke depannya EBT akan kompetitif apabila dibandingkan energi fosil, mungkin belum sekarang, tetapi secepatnya di masa depan akan terwujud," ujar Jonan.
Pengembangan EBT akan mengoptimalkan sumber daya alam setempat dengan cara yang efektif dan efisien untuk meningkatkan energi berkelanjutan. Selain pemanfaatan EBT, upaya menerangi lebih dari 2.500 desa yang berada di daerah perbatasan, terisolir dan terluar juga menjadi prioritas. Pemerintah memberikan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) sehingga rasio elektrifikasi akan meningkat.
Lebih lanjut Jonan mengungkapkan, Kementerian ESDM juga mendorong penggunaan listrik, baik yang berasal dari energi fosil maupun energi terbarukan untuk transportasi maupun perlengkapan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan kendaraan listrik yang ramah lingkungan serta ekonomis akan menjadi pilihan kendaraan di masa depan. Demikian juga dengan penggunaan kompor listrik, dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Dengan kompor listrik, mengurangi ketergantungan impor, saat ini kebutuhan LPG 6,5 juta ton per tahun, dan 4,5 juta ton per tahun itu impor. "Dengan kompor listrik, lebih murah, bersih dan cepat," ujar Jonan.