REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL - Menteri Sosial RI Khofifah Indah Parawansa meminta seluruh stakeholder terkait kebencanaan dan masyarakat di Tanah Air mewaspadai cuaca ekstrem yang berpotensi terjadi pada bulan Desember. Hal itu menurut hasil penelitian dari Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
"Kalau kita bicara cuaca ekstrem, menurut BMKG itu akan masuk di bulan Desember. Jadi November kemarin belum masuk puncak cuaca ekstrem," kata Mensos usai berkunjung ke lokasi pengungsi banjir dan tanah longsor di Imogiri Bantu, DIY, Sabtu (2/12).
Menurut Menteri, kejadian alam yang terjadi pada November seperti hujan deras disertai angin kencang akibat badai Siklon Tropis Cempaka yang melanda sebagian wilayah Jawa itu menurutnya belum puncak cuaca ekstrem.
"Puncaknya pada bulan Desember, oleh karena itu kita semua bisa meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan, sehingga mudah-mudahan Desember yang katanya puncak ekstrem itu bisa kita lewati semua dalam keadaan baik," katanya.
Untuk itu lanjut Mensos, perlu koordinasi antara berbagai pihak baik di tingkat pemerintah daerah (pemda) yang dikoordinatori Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), juga koordinator tingkat nasional yaitu BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).
Mensos juga mengatakan, sosialisasi terhadap kemungkinan peningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan yang harus dilakukan para pihak harus itu dilakukan oleh seluruh lini, terutama agar tersampainya informasi kepada masyarakat dan aparat desa.
"Dan wilayah Indonesia ini memang sangat kemungkinan ada bencana, dan kita harus menyiapkan berbagai langkah-langkah antisipasif dan mitigasi yang detail, karena ada 323 kabupaten/kota di Indonesia itu berisiko tinggi terhadap kemungkinan terjadinya bencana alam," katanya.
Sementara itu, terkait dengan korban banjir dan tanah longsor akibat badai Siklon Tropis Cempaka di wilayah DIY, Mensos menyalurkan bantuan sebesar Rp 1,8 miliar untuk empat kabupatan dan satu kota agar dimanfaatkan sebagai tahap recocery.
"Kalau hari ini baru Rp 1,8 miliar, karena kita akan menunggu kembali kalau ada pengajuan jadup (jatah hidup) bagi korban yang rumahnya rusak berat, karena mereka tidak langsung bisa melanjutkan aktivitas ekonomi, maka mereka bisa jadup per jiwa sebesar Rp 900 ribu," katanya.
Bupati Bantul Suharsono mengatakan, kejadian pada 28 November 2017 di wilayah Bantul telah menyebabkan banjir, tanah longsor dan pohon tumbang di ratusan titik, kejadian itu berakibat rumah terendam, fasilitas rusak dan sebagainya.