REPUBLIKA.CO.ID, RAMALAH -- Palestina menilai rencana Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel adalah tindakan gegabah. The New Arab, Ahad (3/12), melaporkan, pemerintah Palestina mengecam keras wacana yang dilontarkan Presiden AS Donald Trump itu belum lama ini.
Otoritas Palestina menilai, perubahan apa pun pada status internasional Yerusalem akan berimbas buruk bukan hanya untuk proses perdamaian Palestina-Israel, melainkan juga Dunia Islam. Sebab, selain Makkah dan Madinah, kota itu dipandang suci bagi umat Islam.
"Rencana itu akan menghancurkan sama sekali proses perdamaian yang selama ini diupayakan. Dunia akan merasakan dampak buruknya," kata Mahmoud Habash, seorang penasihat presiden Palestina Mahmoud Abbas, Sabtu (2/12).
Sebuah laporan resmi beberapa hari lalu mengabarkan rencana Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Langkah itu dilakukan sebagai dukungan terhadap kubu pro-Israel di Negeri Paman Sam.
Sejak memantapkan penjajahan atas Palestina, Israel terus bersikeras memaklumkan Yerusalem sebagai ibukotanya, alih-alih Tel Aviv. Propaganda Israel ini mendapatkan kecaman luas dari dunia internasional.
Adapun pemerintahan Palestina di Ramallah menetapkan Yerusalem Timur sebagai bakal ibukotanya, bilamana sebuah perundingan damai tercapai antara negara ini dan Israel.
Semasa kampanye, Trump telah berjanji untuk meneruskan upaya perdamaian Palestina-Israel. Presiden AS ke-45 itu telah menunjuk Jared Kushner, penasihat senior kepresidenan sekaligus menantu Trump, untuk ikut membuka upaya tersebut.
Sejauh ini, Kushner telah bertemu dengan penguasa Arab Saudi untuk menjajaki negosiasi terkait rencana pendirian negara Palestina dengan dukungan kerajaan tersebut. Demikian laporan Bloomberg, yang dikutip The New Arab. Namun, pembicaraan Kushner ini ditentang keras menteri luar negeri AS, Rex Tillerson.