REPUBLIKA.CO.ID, Alquran sebagai mukjizat yang menakjubkan Nabi Muhammad SAW merupakan sumber pengetahuan tertinggi umat Islam. Allah SWT menyebutkan kebenaran-kebenaran ilmiah dalam Alquran lewat bahasa simbol, sehingga manusia harus selalu berusaha menguaknya. Dari Alquran, ilmu pengetahuan modern dapat diungkap.
Dikutip dari Ensiklopedia Alquran bahwa cahaya Islam awalnya memancar dari Makkah. Kemudian, Rasulullah SAW hijrah ke Yatsrib yang selanjutnya disebut Madinah dan menjadikannya sebagai basis pijakan misi Islam hingga terjadinya peristiwa pembebasan kota Maka (fathu Makkah). Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab hidup dalam situasi jahiliah, meskipun sebagian mereka mahir mengubah syair. Sebelum kedatangan Islam, bisa dipastikan tak seorang pun penduduk Makah yang layak disebut ilmuwan.
Seberapa jauh kejahiliahan yang menguasai dunia Arab sebelum kedatangan Islam dapat diketahui dari buku Futuh al-Buldan karya seorang sejarawan, al-Baladzuri. Dalam referensi sejarah akurat ini, al-Baladzuri mencatat hanya sekitar tujuh belas orang Quraisy saja yang dapat membaca dan menulis ketika Islam datang. Di antaranya terdapat Imam Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Uthbah bin Rabi’ah, dan Jahm bin ash-Shalt. Dengan kondisinya yang demikian, hanya ditemukan tujuh belas orang aksarawan saja di kalangan mereka.
Alquran memiliki peran strategis dalam penyebaran dan pemberian motivasi untuk mengembangkan sekaligus memperdalam pengetahuan bangsa Arab. setingkat di bawah Alquran adalah peran Rasulullah SAW lewat haditsnya. Salah satu bukti bahwa ayat pertama yang dibawa Jibril kepada Nabi Muhammad SAW adalah sebagian surah al-Alaq yang di dalamnya tersurat perintah untuk terbiasa membaca.
Allah SWT berfirman: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (‘alaq). Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang Mengajar manusia dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia hal-hal yang tidak diketahuinya.” (QS. al-alaq :1-5)
Ayat kedua dari surat ini mengandung keunikan mukjizat ilmiah Alquran. Para musafir klasik mengatakan bahwa kata al-‘alaq merupakan bentuk jamak dari al-‘alaqah. ‘Alaqah, seperti mereka katakan adalah gumpalan darah yang menggantung karena kelembabannya. Namun Ibnu Abbas menganggap bahwa ‘alaq adalah sejenis lintah hitam. Dinamakan ‘alaq karena jika diletakkan di bagian tubuh manapun dari manusia, ia akan menempel (‘alaqa) untuk menghisap darah yang rusak.
Ketika ilmu pengetahuan kian maju, mikrosop makin canggih, dan para ilmuwan berhasil mengetahui bentuk dan peroses pembentukan spermatozoa, menjadi jelaslah bahwa spermatozoa sangat mirip dengan seekor lintah (dudah al-alaq) yang disebutkan Ibnu Abbas. Spermatozoa memiliki kepala dan ekor sama denngan lintah.
Masih dalam masalah spermatozoa, ditemukan sebuah mukjizat ilmiah lain dalam Alquran, tepatnya dalam ayat berikut: “Maka hendaknya manusia memerhatikan dari apa diciptakan. Manusia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tara’ib.” (QS. ath-Thariq: 5-7)
Yang dimaksud “...air yang terpancar” adalah sperma yang dicurahkan ke rahim seorang perempuan, berasal dari tulang punggung lelaki (shulb). Sementara tara’ib merupakan organ khusus perempuan, yaitu bagian tubuh tempat mengeluarkan cairan yang membawa sel telur ketika seorang perempuan melakukan hubungan seksual dengan lelaki. Sperma yang memancar itu akan bertemu dengan sel telur sehingga mengakibatkan terjadinya kehamilan.
Berpuluh-puluh abad setelah turunya ayat ini, secara ilmiah ditemukan bahwa kehamilan hanya dapat terjadi dari pertemuan dua cairan, sperma lelaki yang keluar dari shulbi dan sel telur perempuan yang keluar dari tara’ib.