Selasa 05 Dec 2017 05:00 WIB

Dituntut 14 Tahun Penjara, Bos Pandawa: Saya tidak Salah

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Elba Damhuri
Terdakwa pemimpin Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Group Salman Nuryanto, dibawa menuju mobil tahanan usai menjalani sidang dengan agenda putusan sela atas eksepsi terdakwa di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Kamis (7/9).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Terdakwa pemimpin Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Group Salman Nuryanto, dibawa menuju mobil tahanan usai menjalani sidang dengan agenda putusan sela atas eksepsi terdakwa di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Kamis (7/9).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok menuntut majelis hakim menjatuhkan vonis pidana 14 tahun penjara dan denda Rp 100 miliar subsider enam bulan kepada bos Pandawa Group Salman Nuryanto alias Dumeri.

Jaksa Muhammad Tri Setyobudi yang membacakan tuntutan mengungkapkan bahwa Salman telah mengumpulkan dana masyarakat secara ilegal dengan modus investasi. "Dakwaan Salman terbukti melanggar pasal 46 ayat (1) Undang - Undang RI No 10/1998 tentang perubahan UU No 7/1992 tentang perbankan jo pasal 69 UU RI No 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP," jelas Setyobudi usai mendengar pledoi Salman di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Senin (4/12).

Selain Salman, ada 26 terdakwa lain yang menjalani persidangan dengan agenda yang sama. Para terdakwa merupakan anak buah Salman yang merupakan leader Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa yang beralamat di Jalan Meruyung, Limo Depok.

"Para leader tersebut masing-masing dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp100 miliar subsider enam. bulan kurungan," ungkap Setyobudi.

Terdakwa Salman minta dibebaskan dan merasa tak bersalah dalam pembacaan pledoi (pembelaannya) pada persidangan yang ke-23 ini. "Saya mohon majelis hakim agar saya dan terdakwa lainnya dibebaskan karena kami tak bersalah. Ratusan ribu nasabah hanya menuntut pengembalian modal, sedangkan saya tidak bisa berbuat apa-apa karena ditahan. Jika dibebaskan, saya sanggup mengembalikan dana nasabah," tuturnya.

Menurut Salman, apabila ia dan seluruh leader dipenjarakan, tidak ada yang bertanggung jawab terhadap seluruh nasabah dan akan menambah beban.

"Walaupun bertahun-tahun dipenjara juga, pastinya setelah kami keluar pasti akan dituntut kembali oleh nasabah, itu hanya akan membuat kami semakin menderita. Jadi saya meminta mohon kepada majlis hakim yang terhormat, ini bukan untuk kepentingan saya yang tuntut hukuman 14 tahun, tapi ini demi tuntutan para nasabah saya yakni pengembalian modal. Jika dibebaskan, saya jamin dapat mengembalikan seluruh dana nasabah," pinta Salman.

Salman mengutarakan, selama merintis KSP Pandawa Mandiri Group dari 2009 sampai 2016, belum pernah telat untuk membayar dana sebanyak 569 nasabah.

Tak hanya Salman yang mengungkapkan pledoinya, seluruh terdakwa juga mengungkapkan pledoinya. Dan hampir semua terdakwa membacakan pledoi sambil berlinang air mata dan mengaku tidak mengerti jika KSP Pandawa Mandiri Group menyalahi aturan investasi.

KSP Pandawa Mandiri Group yang beroperasi sejak 2009 itu memiliki unit Pandawa Group dengan mengajak masyarakat untuk berinvestasi dengan iming-iming keuntungan 10 persen perbulan.

Pada awalnya, Salman cukup berhasil dan cukup memuaskan nasabahnya sehingga akhirnya terbentuklah puluhan leader yang masing-masing memiliki nasabah. Para leader juga memiliki kewenangan mengelola dan mengumpulkan dana masyarakat yang diserahkan secara tunai serta transfer melalui para leader atau langsung ke nomor rekening Salman.

Dana yang berhasil dihimpun KSP Pandawa Group dari 569 anggotanya hingga dinyatakan investasi ilegal oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Nopember 2016 yakni sebesar Rp 3 triliun.

Salman ditangkap aparat kepolisian Polda Metro Jaya pada Februari 2017 dan kasusnya mulai disidangkan PN Depok pada Juli 2017.

"Total aset yang berhasil disita senilai Rp 1,5 triliun terdiri dari 42 unit mobil, 22 unit motor, 12 sertifikat rumah dan tanah, 10 bidang tanah, enam bangunan dan rumah serta tiga surat tanah berupa sertifikat dan Akta Jual Beli (AJB), sejumlah emas batangan, dan barang bukti uang tunai Rp 200 juta dan cek sebesar Rp 190 juta," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Depok, Sufari.

Diutarakan Sufari, seluruh barang bukti sitaan yang dititipkan di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok akan dilelang terbuka.

Menurut Sufari, kegiatan lelang dilakukan oleh kantor lelang negara, untuk tempat pelelangan tentunya kantor kejaksaan siap menjadi tempat pelelangan jika diminta. Namun, itu semua menunggu kegiatan sidang Koperasi Pandawa selesai, setelah ada putusan dari majelis hakim.

Hakim persidangan nantinya yang akan menentukan sitaan uang dan dana hasil lelang aset yang dikumpulkan dari para terdakwa itu dikembalikan atau tidak kepada para nasabah. "Kita tunggu inkrah," tegas Sufari.

Ratusan korban KSP Pandawa Group menggelar aksi demo di Kantor Kejaksaan Depok mempertanyakan kejelasan aset yang disita dan menuntut pengembalian dana nasabah dari aset yang dilelang.

"Para korban dari Kopersi Pandawa Group menuntut kejelasan informasi mengenai aset yang telah disita dan menuntut hasil lelang aset, dananya dikembalikan ke para korban," ujar Denny Andrian, pengacara 500 korban koperasi Pandawa Group.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement