REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri menyatakan pihaknya telah mendapatkan saksi ahli bahasa untuk memeriksa pidato Viktor Laiskodat di Nusa Tenggara Timur yang menjadikannya tersandung kasus dugaan ujaran kebencian. Namun, dalam hal ini, Polri baru memeriksa seorang saksi ahli bahasa.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan, Polri masih memerlukan saksi ahli bahasa lebih. "Memang idealnya lebih dari satu supaya lebih sahih, karena mungkin interpretasi berbeda," kata Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (6/11).
Namun, menurut Setyo, pihaknya juga mendapati sejumlah hambatan. "Tetapi mungkin keterbatasan waktu, keterbatasan tempat," katanya. Sehingga, saksi bahasa, khususnya bahasa daerah tersebut belum sempat dimasukkan.
Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Komisaris Besar Panca Putra menuturkan, hingga saat ini penyidik Bareskrim Polri telah melakukan pemeriksaan terhadap 23 orang saksi dan satu orang saksi ahli pidana.
Terkait ahli bahasa, pihaknya masih mencari ahli bahasa daerah dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur (NTT). "Karena yang kita temukan baru ahli Bahasa Indonesia," kata dia.
Viktor dilaporkan atas dugaan ujaran kebencian dan permusuhan terkait pidatonya di Nusa Tenggara Timur pada 1 Agustus lalu. Pidato Viktor di NTT tersebut pun viral di dunia maya. Dalam video tersebut, Viktor diduga menuduh empat partai yaitu Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN mendukung adanya khilafah karena menolak Perppu Ormas.