REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dai adalah orang yang memiliki kriteria yang sangat baik, minimal berada satu level di di atas orang-orang yang diajaknya (diceramahinya). Untuk mencapai itu, maka para dai perlu belajar lebih jauh.
Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), KH Ahmad Satori Ismail menerangkan, kalau menyebut dai sebagai profesi memang, maka seharusnya bacaan Alquran dan menulis ayat Alquran-nya sudah benar. Juga, minimal mengerti bahasa Arab. Tapi kalau muballigh dan mubalighot, meski punya satu ayat atau hadis juga bisa menyampaikan.
"Secara bahasa, dai orang yang mengajak kepada Allah. Tapi, dai sebagai profesi, minimal mengerti pokok-pokok ajaran Islam, bisa mengambil ayat-ayat Alquran dan bisa memahaminya, bisa membaca hadis dan memahaminya," kata KH Satori kepada Republika.co.id, Rabu (6/12).
Begitu juga dengan dai profesi, juga memiliki syarat-syarat. Salah satu syaratnya akhlaknya harus baik, karena mereka akan dilihat segala-galanya oleh publik. Dai adalah orang yang yang memiliki kriteria yang terbaik. Minimal sudah berada satu level di atas orang-orang yang diceramahinya.
Dikatakan Satori, untuk mencapai itu, maka perlu disiapkan, minimal bisa membaca dan menulis ayat Alquran dengan benar. Juga bisa menerjemahkan ayat Alquran dengan benar. "Ini perlu belajar. Apalagi kalau bisa atau mengerti bahasa Arab dengan baik, sehingga akan terjaga dari kesalahan yang sangat fatal," ujarnya.
Satori juga menanggapi kejadian kesalahan penulisan ayat Alquran dalam sebuah tayangan di salah satu media televisi (TV). "Kejadian kemarin saya tidak ingin menjelekkan. Tapi dari penyampaiannya benar, materinya benar, hanya karena masalah tulisan (ayat Alquran) kemudian orang menyerangnya dari sisi itu saja, tidak melihat secara utuh," ujarnya.
Menurut pandangannya, setiap orang pasti ada kekurangannya, siapa pun dia. "Seharusnya, bisa memaklumi kalau ada tulisan yang kurang benar. Tetapi, memang sebagai seorang yang tampil di depan publik, minimal tidak boleh seperti itu," tegasnya.