REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengkritisi ketergantungan pemerintah daerah pada alokasi transfer dana ke daerah. Seperti diketahui, transfer dana ke daerah meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).
"Pada 2017 ini, saya sudah mendapatkan berbagai evaluasi terhadap pelaksanaan APBD di daerah. Evaluasi salah satunya, daerah itu masih sangat bergantung pada transfer ke daerah," kata Sri Mulyani dalam Sosialisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa di Jakarta, Rabu (6/12).
Sri Mulyani menjelaskan, sebanyak 46,6 persen APBD Provinsi masih bergantung pada suntikan transfer pemerintah pusat. Sementara, ketergantungan APBD Kabupaten/Kota menunjukkan angka yang lebih tinggi yaitu sebesar 66,4 persen.
Ketergantungan tersebut juga nampak dari minimnya Penerimaan Asli Daerah (PAD). Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan, pemerintah provinsi hanya mampu menyumbangkan PAD dalam bentuk pajak sebesar 37,7 persen dari total anggaran.Sementara, untuk kabupaten/kota, PAD hanya mampu menyumbang 6,6 persen.
"Ini menggambarkan ketimpangan dan ketergantungan yang sangat besar kalau dari sisi penerimaan daerah tergantung dari transfer pusat," ujarnya.
Sri Mulyani juga mencermati masalah dari sisi belanja APBD. Ia mengatakan, sebesar 37 persen alokasi belanja Pemda digunakan untuk belanja pegawai sedangkan belanja modal hanya 20 persen. Ia pun mengkritisi desain belanja di daerah yang ia sebut mengkhawatirkan.
"Kami mendapatkan 19.500 program padahal tujuannya cuma satu membuat masyarakat makmur dan adil. Bayangkan, kita membaca sesuatu saja yang sedikit sudah pusing apalagi ribuan," ujarnya.
Ia meminta Pemda untuk lebih fokus menyusun program sesuai tujuan prioritas. Ia mengaku, program yang tidak fokus justru tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. "Kalau tidak fokus ya pasti menjadi tidak menghasilkan. Makanya Bapak Presiden selalu mengatakan, fokus, fokus, sederhana," ujar Sri Mulyani.