REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Terlepas dari peringatan yang gencar disuarakan berbagai negara, Presiden Amerika Serikat (AS) Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, Rabu (6/12) waktu setempat" href="http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/17/12/07/p0k022414-trump-resmi-akui-yerusalem-sebagai-ibu-kota-israel" target="_blank">Donald Trump tetap bersikeras memberikan pengakuan terhadap Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, Rabu (6/12) waktu setempat.
Dilansir dari Reuters, Trump menyampaikan bahwa pemerintahannya akan memulai proses untuk memindahkan kedutaan AS di Tel Aviv yang diperkirakan memakan waktu bertahun-tahun.
Status Yerusalem, tempat tinggal bagi umat beragama Islam, Yahudi dan Kristen, telah menjadi salah satu isu paling 'berdarah' dalam upaya perdamaian Timur Tengah yang sudah berjalan lama.
Keputusan Trump cenderung berpihak dan bersifat menyenangkan pendukung utamanya saja, yakni konservatif Republik dan Kristen evangelis, di mana keduanya berperan penting dalam basis politik Trump.
Trump menyebut, keputusan tersebut sebenarnya 'sudah lama terlambat' sebagai langkah besar perdamaian. “Saya memutuskan, sekarang saatnya untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Sementara presiden sebelumnya telah membuat janji kampanye besar ini, mereka gagal melakukannya. Hari ini, saya melakukannya,” ujar Trump.
Trump bertindak berdasarkan Undang-Undang Tahun 1995 yang mewajibkan AS memindahkan kedutannya ke Yerusalem. Pendahulunya, Bill Clinton dan Barack Obama, telah secara konsisten menunda keputusan itu guna menghindari ketegangan di Timur Tengah.