REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI) Suhaendi menyebut adanya penurunan dalam peredaran uang palsu di Indonesia dalam tiga tahun terakhir. Hal ini dapat terjadi karena adanya koordinasi penegak hukum, BI dan masyarakat dalam mengantisipasi peredaran uang palsu tersebut.
Menurut Suhaendi, pada tahun 2015, rasio peredaran uang palsu adalah 21 lembar dari satu juta lembar uang yang beredar. Kemudian pada tahun 2016 mengalami penurunan dengan jumlah yang bereda 13 lembar dari satu juta lembar yang beredar.
"Kemudian terakhir pada Oktober 2017, hanya ada tujuh lembar palsu dari satu juta lembar," kata Suhaendi di Badan Reserse Kriminal Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (7/12).
Suhaendi menyebutkan, jenis pecahan uang palsu yang paling banyak dipalsukan adalah uang pecahan 100 ribu dan 50 ribuan. Namun, yang telah beredar adalah jenis emisi lama.
Suhaendi menyebutkan, pihaknya belum mendapati adanya uang palsu jenis emisi baru keluaran 2016 yang sudah beredar. BI mendapati uang palsu emisi baru tersebut belum sempat diedarkan karena digagalkan oleh Bareskrim Polri pada Ahad (4/11) lalu.
Suhaendi mengatakan, peredaran uang palsu tersebut dapat ditekan karena adanya koordinasi yang sinergis dengan penegak hukum, dalam hal ini Direktorat Tindak Pidana Khusus Bareskrim Polri. "BI memberikan dukungan penuh dalam bentuk koordinasi maupun penindakan hukum," kata Suhaendi.
Selain itu, peran aktif masyarakat juga turut menekan peredaran uang palsu di masyarakat. Ia mengimbau agar masyarakat tetap tenang dalam menggunakan uang rupiah. Suhaendi pun berharap agar metode 3D (dilihat diraba dan diteraewang) selalu diterapkan masyarakat.
"Masyarakat diminta tetap tenang, dan waspada. Tetap ingat, 3D. Kalau melihat uang palsu, dilaporkan ke kepolisian terdekat," kata dia.