REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengungkap relasi Ketua DPR Setya Novanto dengan Direktur PT Biomorf Lone LCC Johanes Marliem, selaku penyedia "Automated Finger Print Identification Sistem" (AFIS) L-1 dalam proyek kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). Hal tersebut disampaikan dalam sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"Terdakwa Andi Agustinus menerima informasi dan mempertemukan beberapa vendor KTP-E di antaranya Johannes Marliem pada 2010 di rumah Setya Novanto," kata jaksa penuntut umum KPK Eva Yustisiana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (7/12).
Dalam pertemuan itu Johanes Marliem menjelaskan harga riil perekaman 0,5 dolar AS per penduduk atau Rp5.000. Atas penjelasan itu Setya Novanto meminta diskon 50 persen. Akhirnya disepakati Johannes Marliem memberikan diskon 40 persen atau 0,2 dolar AS atau Rp2.000 per penduduk.
"Selain itu Johanes Marliem menjelaskan diskon akan diberikan ke Setya Novanto sebagai 'commitment fee' lima persen dari nilai kontrak," kata Eva.
Selain kesepakatan pembagian keuntungan, disepakati juga rekanan proyek adalah BUMN agar mudah diatur. Persentase "fee" berubah menjadi hanya 10 persen, yaitu lima persen untuk pejabat Kemendagri dan lima persen dari pekerjaan untuk anggota DPR.
Setelah ada kesepakatan itu maka pada 22 November disepakati anggaran KTP-E oleh DPR. Pada Januari 2011, Andi memberikan uang Rp1 miliar ke Johannes Marliem lewat rekening untuk persiapan pelelangan.
Dalam perkara ini, Andi Agustinus alias Andi Narogong dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan ditambah pidana tambahan membayar uang pengganti 2,15 juta dolar AS dan Rp1,18 miliar subsider tiga tahun kurungan.