REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) mengutuk keras usaha pemindahan Ibu Kota Israel ke Palestina. Karena itu, Dewan Dakwah juga mendesak Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Negara-negara Liga Arab dan seluruh Umat Islam se-Dunia serta Dewan Keamanan PBB untuk menolak Yerussalem sebagai Ibu Kota Israel.
"Dewan Dakwah menolak dan mengutuk setiap usaha merubah status Yerussalem sebagai kota suci umat Islam dan Kota Arab," ujar Ketua Umum DDII, Mohammad Siddik dalam siaran persnya, Jumat (8/12).
Siddik menjelaskan, pendirian Israel di tanah Palestina pada tahun 1948 juga sempat dipaksakan oleh Inggris dan Amerika menggunakan legalisasi dan pengaruh PBB. Namun, negara-negara Muslim saat itu menentang berdirinya Israel di Tanah Palestina karena merupakan pelanggaran HAM menurut Hukum Internasional.
Menurut dia, keberadaan kaum Yahudi di negara-negara Barat memang dirasakan seperti duri dalam daging karena selalu menimbulkan kerusakan sosial-ekonomi, dan akhirnya menimbulkan kemarahan dan kebencian dari masyarakat Barat sendiri.
Ia menuturkan, dengan kemampuan masyarakat Yahudi yang menguasai keuangan dan media massa, mereka mengkondisikan seolah-olah Negara Israel dalam keadaan terancam. Karena itu, mereka selalu meminta dukungan dan perlindungan atas agresi mereka yang memperluas wilayahnya dengan menghancurkan pemukiman masyarakat Arab Palestina.
"Israel juga terus mendesak Amerika Serikat, Inggris dan negara-negara besar lainnya untuk menyetujui perpindahan Ibu Kota dari Tel Aviv ke Yerussalem," katanya.
Sementara, Presiden Amerika Serikat Donal Trump yang kelihatan lemah politik dalam negerinya, kemudian menggunakan sentimen Pro-Yahudi dengan mendeklarasikan Yerussalem sebagai Ibu Kota Israel. "Perubahan status ini pasti akan menimbulkan reaksi dari negara-negara dan masyarakat Islam di seluruh dunia," ucapnya.