Jumat 08 Dec 2017 13:23 WIB

Mengapa Rasul tak Suka Penyebutan Nama Yastrib?

Rep: Mgrol97/ Red: Agus Yulianto
Pedagang kaki lima menjajakan barang dagangannya di lokasi sekitar Gunung Uhud, Madinah, Arab Saudi (Ilustrasi)
Foto: Republika/Ani Nursalikah
Pedagang kaki lima menjajakan barang dagangannya di lokasi sekitar Gunung Uhud, Madinah, Arab Saudi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Rasulullah sangat mencintai Madinah. Dalam hadis mengenai Madinah yang dicatat Abu Hurairah ra, tertulis, “Aku diperintahkan pada sebuah desa yang memakan desa yang lain. Mereka menamakannya Yastrib, yaitu Madinah. Ia memakan manusia sebagaimana dapur pembakaran memakan besi.”

Dikutip dari Ensiklopedia Alquran bahwa maksud “aku diperintahkan dengan sebuah desa” adalah ketika mengizinkan hijrah, Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW menuju Madinah. Arti “mereka menamakannya Yastrib” adalah orang munafik menamakan kota itu dengan sebutan Yastrib.

Rasulullah SAW sendiri tidak menyukai penyebutan ini, karena maknanya berarti mencela dan menghardik. Kata Yastrib digunakan sekali dalam Al quran, yaitu ketika Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya:

Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kalian. Mudah-mudahan Allah mengampuni kalian, dan dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS. Yusuf:92)

Isa bin Dinar ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menyebutnya Yastrib dianggap melakukan sebuah dosa.” Sabda ini juga ditegaskan Ahmad bin Hanbal ra dalam Musnad-nya. Kebanyakan musafir dan ahli fikih mengatakan bahwa Allah SWT menamakan kota itu dengan Madinah pada lebih dari satu ayat. Misalnya firman Allah SWT berikut:

Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka jika tidak turut serta berperang dengan Rasulullah. Dan tidak patut pula bagi mereka jika lebih mencintai diri mereka sendiri ketimbang Rasulullah. Ini karena setiap mereka merasakan kehausan, kepayahan, dan kelaparan pada jalan Allah, menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, maka selalu dituliskanlah bagi mereka sebagai amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. at-Taubah:120)

Ayat ini turun kepada penduduk Madinah, karena Allah SWT mendorong mereka untuk  berjihad bersama Rasulullah SAW dan menjanjikan pahala yang besar. Kata al-madinah dengan menunjukan kota Madinah juga terdapat dalam surah al-Ahzab (ayat ke 60) da dalam surah al-Munafiqun (ayat ke-8).

Rasulullah menyatakan bahwa Madinah  adalah kota yang “akan memakan kota-kota lain”. Pengertian sabda ini adalah kelak Madinah akan menjadi pusat bala tentara Islam. Benteng utama dan terkuat bagi perjuangan Rasulullah SAW dan umat Islam.

Ternyata ramalan ini benar-benar terjadi. Pasukan perang pertama umat Islam keluar dari Madinah setelah Rasulullah SAW menetap selama enam bulan. Pasukan ini dimpipin langsung oleh paman Nabi SAW yakni Hamzah bin Abdul Munthalib.  Setelah itu, terjadilah perang secara berurutan, Perang Buwath, Asyirah, dan Abawa.

Semua ini terjadi pada pertengahan tahun pertama hijrahnya Rasulullah SAW. Perang-perang dalam skala kecil ini memuncak dengan terjadinya perang Badar al-Kubra. Dalam perang ini, umat Islam memenangkan pertempuran atas kaum musyrik Makkah, kendati jumlah tentara Islam tidak lebih dari sepertiga musyrik.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement