Jumat 08 Dec 2017 15:11 WIB
Perdamaian Yerusalem di Masa Umar bin Khattab

Begini Bunyi Perjanjian Yerussalem...

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Agus Yulianto
Ilustrasi pasukan Romawi.
Foto: BBC
Ilustrasi pasukan Romawi.

REPUBLIKA.CO.ID, Yerusalem telah jatuh bangun berkali-kali dari masa ke masa. Tempat suci ini telah menjadi saksi perkembangan dunia dan menjadi titik vital. Yerusalem menjadi jantung yang sangat berpengaruh pada aliran perdamaian seluruh dunia.

Setelah jatuh ke tangan kekhalifahan Umar, Yerusalem mengecap salah satu masa gemilangnya. Pada 637 SM, kunci Yerusalem diserahkan pada Umar oleh Partriark Sophronius, petinggi gereja Yerusalem dan perwakilan pemerintah Bizantine atau Romawi Timur.

Saat itu, ia terkesima pada Umar yang sangat sederhana. Ia tidak percaya pakaian salah satu orang yang sangat berkuasa di dunia kala itu, sangat biasa saja. Bahkan hampir tidak bisa dibedakan dengan pakaian pelayannya.

Kesepakatan antara Umar dan Sophronius menjadi salah satu yang terbaik sepanjang masa. Yang membawa pada perdamaian berkepanjangan dan menjadi contoh indahnya ajaran Islam.

Kesepakatan ini merinci hak dan kewajiban penduduk juga pihak berkuasa di Yerusalem. Setelah disetujui semua pihak, perjanjian pun ditandatangani oleh Umar, Patriark Sophronius dan sejumlah jenderal militer Muslim.

Dilansir Lost Islamic History, begini bunyi perjanjian tersebut.

"Bismillahirahmanirahim, Atas nama Tuhan, Yang Maha Penyayang, Yang Maha Pengasih. Inilah jaminan keselamatan yang diberikan kepada orang-orang Yerusalem oleh seorang hamba Allah, Panglima Setia, Umar.

Dia telah memberi jaminan keselamatan bagi mereka, harta benda mereka, gereja mereka, salib mereka, orang sakit dan sehat di kota dan untuk semua ritual yang menjadi milik agama mereka.

Gereja mereka tidak akan dihuni oleh umat Islam dan tidak akan dihancurkan. Baik mereka, maupun tanah tempat mereka berdiri, maupun salib mereka, atau harta benda mereka tidak akan dirusak.

Mereka tidak akan diminta pindah keyakinan secara paksa. Tidak ada orang Yahudi yang akan tinggal bersama mereka di Yerusalem.

Rakyat Yerusalem harus membayar pajak seperti orang-orang kota lain dan harus mengusir orang-orang Bizantium dan perampok. Orang-orang dari Yerusalem yang ingin pergi bersama keluarga Byzantium, mengambil harta mereka dan meninggalkan gereja mereka akan aman sampai mereka sampai di tempat perlindungan mereka.

Penduduk desa dapat tinggal di kota jika mereka mau tapi harus membayar pajak seperti warga negara. Mereka yang ingin pergi bersama Bizantium bisa kembali ke keluarga mereka. Tidak ada yang akan diambil dari mereka sebelum mereka menuai panen.

Jika mereka membayar pajak mereka sesuai dengan kewajiban mereka, maka kondisi yang tercantum dalam surat ini berada di bawah perjanjian Allah, adalah tanggung jawab Nabi-Nya, para khalifah dan orang beriman."

Dikutip dalam The Great Arab Conquests, dari Tarikh Tabari, perjanjian ini menjadi kesepakatan yang paling progresif sepanjang sejarah. Sebagai bandingan, 23 tahun sebelumnya ketika Yerusalem ditaklukan Persia dari Romawi Timur, ada pembantaian yang diperintahkan.

Pembantaian juga terjadi ketika Yerusalem direbut oleh tentara salib dari Muslim tahun 1099. Sebaliknya, perjanjian Umar tidak mengizinkan penghuni wilayah yang ditaklukannya disakiti bahkan jatuh sehelai rambutnya.

Perjanjian ini mengizinkan umat Kristiani tetap menjalankan agamanya dengan bebas. Ini adalah perjanjian kebebasan beragama pertama dan paling terjamin sepanjang sejarah.

Kesepakatan ini pun menjadi standar hubungan Muslim dan Kristen kala itu. Hak dan kewajiban mereka dipenuhi. Kepemimpinan Umar pun menjamin perlindungan hak bagi minoritas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement