REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham mengatakan banyak kader partai itu ingin maju menggantikan posisi Setya Novanto (Setnov) yang saat ini menghadapi masalah hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Idrus mengatakan masalah pergantian ketua umum akan dibahas setelah ada putusan praperadilan yang diajukan Setnov
"Golkar itu kadernya banyak, pasti biasanya kondisi begini banyak yang mau maju (jadi ketua umum)," kata Idrus Marham kepada wartawan di sela-sela kehadirannya di Kupang, Jumat (8/12).
Ia menjelaskan, posisi ketua umum partai berlambang pohon beringin itu segera dibicarakan setelah ada keputusan praperadilan kasus Setya Novanto. Hal itu sesuai dengan dengan keputusan rapat pleno partai pada 21 November 2017 lalu.
"Tentu nanti minggu depan kami akan lakukan rapat korbid (koordinator bidang) dulu untuk membicarakan bagaimana langkah-langkah itu, setelah itu baru kami melakukan pleno untuk membicarakan langka dan kemungkinan-kemungkinan yang bisa dilakukan," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Idrus mengajak semua kader partai untuk memberikan dukungan dan doa bagi Setya Novanto agar dapat menjalani proses hukum yang ada dengan hasil yang baik. Menurutnya, jika ada saudara atau kader partai ditimpa sebuah musibah maka sejatinya semua kader lainnya memberikan empat kepada yang bersangkutan bukan mencaci maki ataupun menyudutkan.
"Permohonan beliau (Setya Novanto) agar beliau dapat menjalani proses hukum yang ada sekarang supaya ini bisa selesai dengan baik," katanya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (7/12) menggelar sidang perdana praperadilan Setya Novanto dengan agenda pembacaan permohonan praperadilan dari pihak pemohon.
Hakim Kusno memimpin sidang itu menyatakan sidang lanjutan praperadilan Novanto dilanjutkan pada Jumat (8/12) dengan agenda jawaban dari pihak KPK dan juga pengajuan bukti dari kedua belah pihak.
Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus korupsi KTP elektronik pada 17 Juli 2017. Dia lalu mengajukan permohonan praperadilan mengenai penetapannya sebagai tersangka. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar pada 29 September 2017 mengabulkan gugatannya dan menyatakan bahwa penetapannya sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.
KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka perkara korupsi itu pada 10 November. Dia kembali mengajukan permohonan praperadilan berkenaan dengan penetapannya sebagai tersangka.