REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Warga Kampung Palem Nuri, Kelurahan Panunggangan Barat, Kota Tangerang memilih bertahan di lahan penggusuran. Salah satu warga yang masih bertahan adalah Aminah (50) yang memilih menolak untuk direlokasi ke rusun (rumah susun) yang tak jauh dari lokasi penggusuran. "Sudah betah di sini," ujar dia saat ditemui Republika.co.id di lokasi penggusuran, Jumat (8/12).
Aminah mengatakan tidak ingin pindah dari tanah gusuran tersebut lantaran merasa tanah tersebut milik keluarganya. Tidak hanya itu, Aminah mengatakan tidak ingin pindah karena biaya dari sewa rusun yang dianggap mahal, walaupun dengan subsidi.
Hal senada juga dikatakan oleh Mastuki, pria kelahiran 1959 ini mengaku tak bisa meninggalkan lahan gusuran karena tidak memiliki cukup uang untuk mengontrak. Dia bekerja sebagai kuli serabutan. Mustaki mengatakan, untuk makan sehari-hari saja susah, terlebih untuk menyewa rusun, dan membayar air, listrik dan keperluan lainnya. "Makan saja susah, kadang makan kadang enggak," kata dia.
Berdasarkan pantauan, pada Jumat malam (8/12), warga membangun beberapa tenda di lokasi penggusuran. Untuk anak-anak dan orang tua diberikan tempat di dalam bangunan mushalla sebagai satu-satunya bangunan yang masih tersisa di lahan tersebut. Sebagian warga tidur di tenda-tenda yang dibuat, ada juga yang tidur di lahan kuburan dan beberapa di pinggir jalan.