Sabtu 09 Dec 2017 17:37 WIB

Indonesia Prioritaskan 10 Industri hingga 2035

Rep: Farah Noesativa/ Red: Ratna Puspita
I Gusti Putu Suryawirawan.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
I Gusti Putu Suryawirawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementrian Perindustrian Republik Indonesia (RI) memprioritaskan sebanyak 10 industri hingga 2035. Direktur Jenderal Kerjasama dan Pengembangan Akses Industri Kementrian Perindustrian RI I Gusti Putu Suryawirawan menyebut kesepuluh industri itu adalah industri manufaktur.

“Sepuluh industri itu antara lain industri pangan, industri farmasi, kosmetik, dan alat kesehatan, industri tekstil, kulit, dan alas kaki, industri alat transportasi, industri elektronika dan telematika,” ujar Putu dalam acara Indonesianisme Summit 2017, Sabtu (9/12).

Lima industri berikutnya, yakni industri pembangkit energi, industri barang modal, industri hulu agro, industri logam dasat dan bahan galian bukan logam, dan industri kimia dasar berbasis migas dan batubara.

Dari sepuluh industri itu, ia menjelaskan, lima bidang yang paling memiliki pengaruh adalah bidang pangan, tekstil, kimia, elektronik, dan alat transportasi. Namun, ia menegaskan, secara keseluruhan, industri Indonesia memiliki dua industri yakni manufaktur dan jasa.

“Kita jangan bingung mau andalkan industri apa, tapi harus punya pemahaman mengenai industri itu harus dilihat dari sisi lapangan usaha,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan terkait dengan upaya pemerintah untuk menekankan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Program itu, dia mengatakan, cukup efektif untuk menekan belanja impor di Indonesia.

Putu mengatakan ada tiga tujuan dari program P3DN. Tujuan pertama, yaitu emberikan kesempatan industri dalam negeri untuk menggunakan belanja pemerintah untuk pertumbuhan industrinya.

Kedua, subtitusi impor. Tujuan ketiga, yaitu meningkatkan lapangan pekerjaan. Namun, ia mengaku belum memiliki penelitian khusus untuk mengetahui penurunan impor secara pasti.

Menurut dia dengan adanya program P3DN dapat menurunkan belanja impor Indonesia sampaj 20 persen. Hal itu disebabkan adanya komponen barang dan jasa dalam negeri yang tercover dalam Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

“Karena dengan adanya program itu akan meningkatkan TKDN sampai 40 persen sehingga barang2 itu tak perlu impor lagi,” ujar Putu.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement