REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua dari tiga kuasa hukum tersangka kasus korupsi KTP Elektronik, Setya Novanto memilih mundur. Otto Hasibuan dan Fredrich Yunadi menyatakan tidak lagi menjadi bagian dari tim kuasa hukum Setnov.
Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah menanggapi situasi tersebut bisa saja terjadi karena ada beberapa kemungkinan. Salah satunya bagian dari strategi Setya Novanto untuk tetap berupaya mempertahankan citranya, meskipun sudah terjerat kasus korupsi.
"Untuk menyelamatkan muka agar tidak makin terpuruk, maka dengan cara seperti itu," kata Ubedillah, Ahad (10/12).
Atau, kata dia, bisa juga karena sudah tidak ada lagi kecocokan baik dari pihak Setnov maupun dari kuasa hukum sendiri. Di tambah lagi, bila sebelumnya Setnov bisa memenangkan praperadilan dalam melawan KPK, kini Ketua DPR RI itu sudah sampai masuk ke tahanan KPK.
"Jadi memang lebih karena Setnov ingin menutupi persoalannya itu agar kemudian tidak memperburuk citranya," kata dia.
Seperti diketahui, saat menyambangi gedung KPK Jumat (8/12) lalu Otto mengaku adanya perbedaan pendapat antara dirinya dan Novanto yang tidak bisa dihindari. Alasan perbedaan itu yang kemudian mengganggu Otto dan mengaku dengan memilih mundur dia dapat menjaga independensinya sebagai seorang advokat.
"Saya harus menjaga independensi, integritas. Saya harus bebas," kata Otto.
Sedangkan Yunadi memilih mundur karena alasan telah masuknya pengacara baru yakni Maqdir Ismail sebagai pembela Novanto. "Sekarang yang masuk jadi kuasa hukum selain saya Pak Otto, saya yang ngajak, tahu-tahu sekarang masuk Maqdir," kata Yunadi.