REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jajaran pimpinan Partai Golkar menyuarakan penolakan terhadap 'surat wasiat' Ketua Umum Setya Novanto, yang berisi pengunduran dirinya dari Ketua DPR sekaligus menunjuk kader Golkar Azis Syamsuddin sebagai penggantinya.
Ketua Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), Ade Komarudin menyatakan mekanisme penunjukkan Aziz Syamsuddin sebagai pengganti Ketua DPR Setya Novanto, keliru. Mekanisme yang seharusnya, yaitu dengan membahasnya terlebih dulu dalam rapat pleno Partai Golkar.
"Mekanismenya keliru," kata dia saat ditanya soal penunjukkan Aziz oleh Novanto sebagai penggantinya, usai menggelar konferensi pers di Cawang, Jakarta Timur, Ahad (10/12).
Akom, sapaan akrabnya, pun tidak mengetahui adanya surat yang berisi pengunduran diri Novanto dari kursi Ketua DPR, sekaligus penunjukkan Aziz sebagai ketua DPR pengganti. Karena tidak tahu, ia enggan bicara panjang lebar.
Terpisah, Wasekjen DPP Partai Golkar Sarmuji mengungkapkan keputusan soal sosok yang mengganti posisi Setya Novanto sebagai ketua DPR tidak bisa melalui surat. Keputusan tersebut harus melalui pembahasan dalam rapat pleno yang dihadiri pengurus DPP.
"Partai ini kan milik publik, jadi keputusan (penggantian posisi Ketua DPR Setnov) itu bukan keputusan pribadi. Keputusan itu harus keputusan hasil rapat. Kan tidak bisa keputusan orang per orang," kata dia saat dikonfirmasi.
Sarmuji melanjutkan, pengusulan nama yang akan mengisi kursi ketua DPR menggantikan Setnov memang diperbolehkan. Namun tetap, keputusan terakhir ada di rapat pleno. Karena itu, menurutnya, usulan Setnov terkait sosok yang akan mengganti dirinya mesti disampaikan pada rapat pleno.
Sebelumnya, Anggota DPR Fraksi PPP Arsul Sani mengakui memang ada pertemuan antara dirinya, Anggota DPR Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal, dan Ketua Fraksi Partai Golkar Robert J Kardinal. Pertemuan yang disebut diinisiasi Aziz Syamsuddin ini berlangsung pada Jumat (8/12) sore di lantai 12 gedung Nusantara I DPR RI.