Senin 11 Dec 2017 12:01 WIB

Jokowi Nilai Strategi Ini Bisa Cegah Korupsi Birokrasi

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Nur Aini
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan)
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pentingnya langkah penegakan hukum dan meningkatkan upaya pencegahan korupsi di Indonesia. Sebab, kata dia, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling aktif terlibat dalam kasus korupsi.

Hal ini disampaikan Presiden saat memberikan sambutan dalam acara peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia Tahun 2017 dan Peresmian Pembukaan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi ke-12 serta Peluncuran Aplikasi e-LHKPN di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (11/12). "Indonesia adalah salah satu negara yang paling aktif dalam kasus korupsi," kata Presiden.

Salah satu strategi pencegahan kasus korupsi yang ditekankan oleh pemerintah yakni deregulasi. Menurut Presiden, setiap regulasi ataupun aturan layaknya pisau bermata dua yang berpotensi menjadi objek transaksi dan objek korupsi. "Sekarang kita blak-blakan saja birokrasi cenderung terbitkan sebanyak mungkin peraturan, sebanyak mungkin izin, sebanyak mungkin syarat dan banyak sebetulnya yang sebelumnya itu syarat kemudian diubah jadi izin. Banyak sekali, sebetulnya hanya syarat tapi jadi izin," ungkap Jokowi.

Menurut dia, aturan perizinan di Indonesia saat ini jumlahnya sudah mencapai ratusan yang nanti pada akhirnya aturan tersebut sangat potensial untuk dijadikan sebagai alat pemerasan dan alat transaksi. Jokowi pun meminta agar pemerintah baik pusat maupun daerah menghentikan sistem tersebut serta memangkas regulasi yang justru membebankan masyarakat dan juga berpengaruh terhadap dunia usaha.

"Saya kira cara-cara seperti ini tidak boleh kita teruskan, tidak boleh kita biarkan dan jangan lagi diberi kesempatan. Semua kementerian, gubernur bupati walikota, pangkas itu yang namanya regulasi, aturan, perizinan, persyaratan yang memberikan beban ke masyrakat," jelas Presiden.

Ia pun meminta agar birokrasi tak lagi memperumit dunia usaha dan juga masyarakat. Pembuatan aturan-aturan tersebut juga berdampak pada produktivitas para pejabat pemerintah.

Jokowi mengatakan sebanyak 42 ribu aturan pun harus dipangkas. Ia mengaku geram dengan adanya aturan-aturan dan layanan administrasi yang justru memperumit masyarakat serta berpotensi terjadi pungutan liar dan alat pemerasan. "Menjengkelkan setiap bergerak ada aturannya, ada izinnya, ada persyaratannya.... Jangan lagi jadi alat pemerasan, pemungutan liar, tidak boleh ada lagi yang ngejelimet-ngejelimet ruwet-ruwet (rumit)," kata Presiden.

Karena itu, ia pun menginstruksikan agar transparansi, kecepatan, penyerdehanaan aturan harus ditingkatkan. Ia mencontohkan, saat ini Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pun sudah diterapkan di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sejak 2015. Sehingga pengurusan izin dapat dilakukan dalam waktu tiga jam. "Kita ini bisa kalau dipaksa diinjak sedikit nyatanya bisa tapi ya itu harus dipaksa dan diinjak kalau hanya disuruh apalagi dihimbau ya sudah," kata dia.

Sementara itu, kelembagaan PTSP sudah terbentuk di 531 kabupaten/provinsi/kota. Sedangkan, di level kecamatan, PTSP baru terbentuk di 197 kecamatan. Ia pun menginstruksikan kepala daerah untuk mempercepat proses layanan terpadu serta melakukan pengawasan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement