REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah meminta Kongres untuk memperpanjang darurat militer di pulau selatan Mindanao. Perpanjangan masa darurat militer ini dilakukan untuk meredam pemberontakan kelompok milisi terafiliasi ISIS di daerah tersebut.
"Saya meminta Kongres Filipina untuk lebih lanjut memperpanjang pengumuman Darurat Militer dan penghentian hak istimewa surat perintah hebeas corpus di seluruh Mindanao untuk jangka waktu satu tahun, mulai 1 Januari 2018," kata Duterte dalam suratnya kepada Kongres Filipina, seperti dilaporkan laman Aljazirah, Senin (11/12).
"Kegiatan ini disesuaikan untuk menghadapi kekejaman dan pemberontakan publik yang intensif dalam mendukung tujuan mereka untuk membangun dasar kekhalifahan Islam global," kata Duterte menambahkan.
Sebanyak 23 anggota senat dan 296 anggota parlemen Filipina akan memutuskan masa darurat militer ini dalam sesi persidangan pekan ini. Anggota parlemen Filipina dijadwalkan memasuki masa reses pada 16 Desember hingga 14 Januari 2018.
"Kami mungkin akan mengadakan sesi bersama pada Kamis atau Jumat pekan ini sebagai bagian dari sesi reguler, tanpa memerlukan sesi khusus," kata pemimpin mayoritas parlemen Rodolfo Farinas.
Permintaan perpanjangan masa darurat militer ini diajukan sekitar dua bulan setelah Duterte mengumumkan pembebasan Marawi. Pertempuran melawan kelompok milisi di daerah tersebut telah menyebabkan lebih dari 1.100 orang, kebanyakan anggota milisi, terbunuh. Sedangkan 350 ribu lainnya terpaksa mengungsi.
Duterte mulai menerapkan darurat militer di Mindanao pada Mei lalu. Ketika itu milisi Maute yang diyakini terafiliasi ISIS mulai menguasai daerah tersebut. Berdasarkan ketentuan, masa darurat militer ini ditetapkan hanya 60 hari.
Untuk memperpanjang masa darurat militer lebih dari 60 hari, pemerintah Filipina membutuhkan persetujuan dari parlemen. Namun konstitusi tak mengatur atau membatasi berapa lama masa darurat militer ini dapat diperpanjang.
Pada Juli lalu, masa darurat militer di Mindanao diperpanjang selama lima bulan dan akan berakhir pada 31 Desember mendatang. Namun mengingat kondisi di Mindanao belum stabil, Duterte menginginkan agar darurat militer di daerah tersebut dilanjutkan.
Saat ini pertempuran di Mindanao tak hanya melibatkan militer Filipina dengan kelompok milisi Maute yang terafiliasi ISIS. Terdapat pula kelompok pemberontak bersenjata lainnya, seperti Pejuang Kebebasan Islam Bangsamoro (BIFF) di Maguindanao dan Cotabato Utara serta kelompok Abu Sayyaf yang menduduki daerah Basilan, Sulu, Tawi-Tawi, dan Zamboanga.
Kelompok BIFF dilaporkan telah melakukan setidaknya 15 kali serangan selama masa darurat militer diterapkan di Mindanao. Serangan ini termasuk serangan bom di tepi jalan yang menargetkan pasukan pemerintah.
Sedangkan milisi Abu Sayyaf telah tercatat melakukan setidaknya 43 serangan, mencakup pemboman serta penculikan. Jumlah serangan oleh kedua kelompok tersebut diperkirakan akan terus beranjak selama pemerintah menerapkan darurat militer di Mindanao, dilansir dari Reuters.